periskop.id - Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (Wamen HAM) RI, Mugiyanto, menyatakan bahwa hak untuk menikmati lingkungan yang bersih dan sehat merupakan hak asasi manusia fundamental yang diakui secara global. 

Menurutnya, pengakuan ini memberikan landasan moral dan hukum bagi masyarakat untuk menuntut tanggung jawab negara dalam pelestarian alam.

“Hak ini setara dengan hak hidup, dan menjadi landasan hukum serta moral bagi masyarakat untuk menuntut tanggung jawab negara dalam menjaga lingkungan,” tegas Mugiyanto dalam festival lingkungan REACT Day 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (23/8).

Acara yang digagas oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta ini menjadi wadah bagi ratusan anak muda untuk membahas aksi lingkungan berbasis nilai-nilai spiritualitas dan keagamaan. 

Bekerja sama dengan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, festival bertajuk “Rise in Belief, Act for Relief” ini menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi tantangan ekologis.

Duta Besar Belanda, Marc Gerritsen, menegaskan dukungan pemerintahnya terhadap inisiatif yang melibatkan pemuda dan komunitas agama di Indonesia. Ia menambahkan bahwa aksi lingkungan bisa dibuat lebih menarik bagi kaum muda melalui seni dan budaya. “Memperbaiki gadget lama, mengenakan kembali pakaian bekas, dan menghindari kebiasaan konsumtif adalah langkah kecil yang dapat berdampak besar,” katanya.

Peran Strategis Generasi Muda di Tengah Krisis Planet

Pemerintah Indonesia mengakui adanya tantangan lingkungan yang kompleks. 

Direktur dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Agus Rusly, memaparkan tentang adanya triple planetary crisis, yakni ancaman dari kenaikan suhu bumi, hilangnya keanekaragaman hayati, serta polusi plastik. Ia mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen sampah di Indonesia belum dikelola dengan baik.

“Menjaga bumi itu amanah. Dan amanah itu bisa dijalankan melalui langkah-langkah kecil yang berkelanjutan,” ujar Agus.

Untuk itu, pemerintah memandang peran Generasi Z sangat vital. Kepala Pusat Kebijakan Strategis Kementerian Kehutanan RI, Muh. Ahdiyar Syahrony, menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. 

“Gen Z punya potensi besar untuk menjadi pengawal arah kebijakan publik yang ramah lingkungan,” ujarnya, menyoroti kepekaan generasi ini terhadap isu keadilan sosial dan lingkungan.

Perspektif Agama dan Kearifan Lokal

Festival ini juga secara khusus mengangkat peran nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal. 

Pendakwah dan kreator konten, Habib Husein Ja’far Al Hadar, mengusulkan agar perlindungan lingkungan (hifzhul bi’ah) dimasukkan sebagai tujuan keenam dalam hukum Islam (maqasid syariah) untuk mendorong lahirnya fatwa-fatwa yang lebih progresif.

Praktik nyata dari integrasi nilai agama dan aksi lingkungan diperlihatkan oleh Silvie Fauziah dari Pesantren Al-Ittifaq, Bandung, yang sukses mengembangkan sistem agribisnis berkelanjutan. 

“Santri itu bukan hanya pandai mengaji, tapi juga bisa menjaga bumi dan menghidupi umat,” kata Silvie.

Sementara itu, Dellysape menyoroti pandangan masyarakat adat Dayak yang memandang hutan sebagai identitas budaya, bukan sekadar objek pemanfaatan. 

“Jika hutan hilang, maka rumah orang Dayak juga ikut hilang,” ujarnya, mengingatkan bahwa kearifan lokal telah mempraktikkan kelestarian secara turun-temurun.