Periskop.id - Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menilai keberadaan Jalan Tol Cibitung–Cilincing (JTCC), belum efektif dalam mendukung efisiensi industri logistik khususnya di kawasan Jakarta.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Mahendra Rianto menyatakan, JTCC sebagai bagian dari JORR 2 sebagai jalur strategis yang menghubungkan secara langsung kawasan industri di timur Jakarta dengan Pelabuhan Tanjung Priok. Jalur ini diharapkan dapat memperlancar arus distribusi logistik.

"Tol ini berpotensi mengurangi kemacetan dan mempercepat waktu tempuh menuju Pelabuhan Tanjung Priok karena memang dikhususkan untuk jalur kendaraan logistik, tidak seperti jalan tol lain yang dilalui berbagai jenis kendaraan dengan ritme kecepatan berbeda," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (5/9). 

Namun demikian, tambahnya, efektivitas dari keberadaan tol tersebut saat ini dirasa belum signifikan karena aspek tarif dan regulasi penggunaan. Menurut dia, tarif Tol Cibitung - Cilincing yang tinggi, membuat perusahaan jasa logistik enggan menggunakannya. Mereka lebih memilih jalur macet yang tidak berbayar ataupun tol yang lebih murah meski secara jarak lebih jauh.

Hal itu, lanjutnya, menjadi salah satu penyebab utama masih terpusatnya akses menuju Pelabuhan Tanjung Priok melalui Tol Jakarta - Cikampek (Japek) dan jalur arteri lainnya, alih-alih menggunakan Tol Cibitung - Cilincing. Mahendra menambahkan kemacetan di jalur logistik menyebabkan pemborosan bahan bakar dan kenaikan biaya logistik yang dibebankan pada masyarakat.

Efisiensi Logistik

Jika lalu lintas lancar, lanjut dia, secara langsung menyumbang pada penurunan kepadatan lalu lintas dan efisiensi logistik nasional yang pada akhirnya, pemerintah dan masyarakat juga akan memperoleh manfaat dari efisiensi tersebut.

Dikatakannya, pemerintah harus memahami kondisi riil di lapangan, jika volume kendaraan di sebuah ruas tol sedikit dan jalan arteri tetap padat maka penyebab utamanya kemungkinan besar adalah tarif tol yang terlalu mahal. Kondisi tersebut, menurut dia, menunjukkan bahwa infrastruktur baru belum optimal mendukung peralihan arus logistik.

"Optimalisasi JTCC bisa berkontribusi terhadap efisiensi operasional logistik nasional. Oleh karena itu, diperlukan intervensi pemerintah untuk mendorong efisiensi distribusi barang, baik dari sisi waktu tempuh maupun biaya operasional agar jalur logistik dapat berjalan lebih efektif," tuturnya. 

Menurut dia, diperlukan integrasi koridor wilayah logistik sebagai upaya menciptakan sistem jalur logistik yang terhubung secara strategis antar kawasan industri, pusat distribusi dan pelabuhan. Selain meningkatkan kelancaran pengiriman barang, tambahnya, integrasi ini juga memungkinkan adanya penyesuaian dan penyelarasan tarif tol agar lebih terjangkau dan kompetitif.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, pertumbuhan kendaraan bermotor menjadi salah satu faktor utama penyebab peningkatan volume traffic Jakarta. Berdasarkan data, jumlah kendaraan di Jakarta tahun 2024, tambahnya, setiap hari terdapat penambahan sekitar 2.500 sampai dengan 3.000 unit kendaraan.

Disparitas tarif yang cukup besar antara JORR 1 dan JORR 2 juga turut mempengaruhi kemacetan di Jakarta. Banyak pengendara memilih untuk tidak menggunakan JORR 2 yang lebih mahal.

Kondisi tersebut, tambahnya, mengakibatkan arus kendaraan menumpuk di JORR 1 dan jalur pendukung yang terhubung sehingga kemacetan dirasakan langsung oleh masyarakat maupun pelaku logistik di lokasi tersebut.

Secara terpisah Kepala Induk Turangga 05 Korlantas Polri Induk PJR Cikampek Kompol Sandy Titah Nugraha, S.I.K. menyatakan, potensi JTCC dalam mengurai kemacetan.

"Integrasi koridor wilayah logistik antara Tol Cibitung - Cilincing dengan jaringan tol lainnya seperti Japek akan membantu pemerataan lalu lintas logistik," imbuhnya. 

Tidak hanya memperlancar arus ke Pelabuhan Tanjung Priok, lanjutnya, tetapi juga mengurai kepadatan di titik-titik krusial, seperti Simpang Susun Cikunir yang selama ini menjadi titik temu kemacetan.