periskop.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti kebijakan pemerintah terkait redistribusi kuota haji nasional tahun 2026 yang berdampak signifikan terhadap calon jamaah haji asal Jawa Barat. Dampak paling terasa terjadi di wilayah Kabupaten Sukabumi, di mana kuota haji yang semula 1.535 orang pada tahun 2025 turun menjadi hanya 124 orang.

Ketua YLKI, Niti Emiliana, menilai hal ini berpotensi membuat ribuan calon jamaah yang telah menunggu lebih dari satu dekade kini terancam keberangkatannya dan mengancam mengubur harapan konsumen ke tanah suci. Berikut catatan YLKI mengenai persoalan redistribusi kuota haji tahun 2026.

"Kami meminta Kementerian Haji dan Umroh buka suara soal regulasi terbaru yang berpotensi mengancam mengubur harapan ribuan jamaah haji gagal berangkat ke Tanah Suci," kata Niti dalam keterangannya yang diterima Periskop, Kamis (13/11).

Menurut Niti, kebijakan tersebut perlu dievaluasi dari perspektif perlindungan konsumen dalam layanan publik keagamaan, sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

"YLKI mengingatkan bahwa negara berkewajiban memberikan kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas penuh atas setiap perubahan kebijakan yang berdampak pada hak keberangkatan konsumen," tegasnya.

Ia meminta pemerintah untuk menginformasikan secara masif dan terbuka formula pembagian kuota antarprovinsi dan kabupaten/kota, termasuk parameter jumlah penduduk Muslim dan masa tunggu.

YLKI pun berharap agar pemerintah belajar dari kasus umroh yang belum genap satu dekade, di mana ratusan ribu calon jamaah gagal berangkat ke Tanah Suci karena persoalan travel yang bermasalah.

"Sepengalaman YLKI mendampingi calon jamaah gagal berangkat, kerugian psikologis sering terjadi selain materi. Itu pukulan telak bagi konsumen dan tidak boleh terulang, termasuk kegagalan haji furoda 2025," terang Niti.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak agar pemerintah membuka ruang dialog dengan calon jamaah haji yang berpotensi terdampak akibat kebijakan kuota haji tahun 2026, serta menyiapkan skema pengaduan konsumen yang terdampak dan kompensasi yang adil bagi mereka.

Niti merekomendasikan agar Kementerian Haji dan Umroh membentuk Divisi Perlindungan Konsumen serta membuka hotline atau pusat pengaduan khusus bagi jamaah haji dan umrah yang gagal berangkat.

"Mekanisme ini penting untuk memastikan adanya penanganan cepat terhadap keluhan konsumen, pengawasan terhadap pelaku usaha travel, serta jaminan agar keberangkatan jamaah berlangsung tepat waktu, aman, dan selamat hingga tiba di Tanah Suci dan kembali ke tanah air," tutup dia.