Search

Logo Light

Keluar dari Periskop?

Sign Out Cancel

Bank DKI Dukung Proses Hukum Terkait Kredit Kepada PT Sritex

JAKARTA - Manajemen Bank DKI menyatakan dukungannya terhadap proses hukum yang Tengah berlangsung terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) pada 2020. Hal ini menyusul pernyataan resmi Kejaksaan Agung RI yang menyatakan pemberian kredit oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) serta PT Bank DKI kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk., tidak sesuai dengan aturan.

“Bank DKI menghormati dan mendukung sepenuhnya proses hukum yang sedang berjalan sebagai bagian dari penegakan hukum dan prinsip transparansi dalam sektor jasa keuangan," demikian disampaikan manajemen Bank DKI dalam keterangan resmi yang diterima Kamis (22/5).

Pihak Bank DKI juga menegaskan komitmen penuh untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, termasuk menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan demi kelancaran dan objektivitas proses penyidikan.

Sebagai bentuk tanggung jawab institusional, Bank DKI juga menyatakan terus menjunjung tinggi prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), integritas, dan kepatuhan terhadap regulasi. Evaluasi dan penguatan sistem pengendalian internal juga terus dilakukan secara konsisten guna menjaga kualitas aset serta kepercayaan publik.

Manajemen Bank DKI pun memastikan seluruh layanan dan operasional perbankan berjalan normal serta tidak terdampak oleh proses hukum tersebut. Dana dan transaksi nasabah tetap aman, dan pelayanan kepada masyarakat serta mitra usaha tetap menjadi prioritas.

"Bank DKI mengajak semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan menyerahkan penanganan kasus ini sepenuhnya kepada otoritas yang berwenang," imbuh pernyataan tersebut

Bank DKI pun menyatakan akan terus memperkuat pondasi kelembagaan melalui transformasi berkelanjutan, pengelolaan risiko yang prudent, serta penguatan manajemen demi mendukung pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan.

Analisa Kredit
Sebelumnya, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (21/5) menjelaskan, terungkapnya perbuatan ini ketika penyidik meneliti laporan keuangan PT Sritex Tbk.

Pada tahun 2021, perusahaan tersebut melaporkan adanya kerugian senilai US$ 1,08 miliar atau setara dengan Rp15,66 triliun. Padahal, pada tahun 2020, PT Sritex masih mencatatkan keuntungan sebesar US$85,32 juta atau setara dengan Rp1,24 triliun. 

“Ini ada keganjilan. Dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan. Kemudian, tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan,” kata Qohar.

Penyidik kemudian menemukan fakta, PT Sritex dan entitas anak perusahaannya memiliki kredit dengan nilai total outstanding (tagihan yang belum dilunasi) hingga bulan Oktober tahun 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57. Utang sebesar tersebut tercatat kepada Bank Jateng, Bank BJB, Bank DKI, dan Sindikasi (Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI). Adapun dari PT Bank BJB dan PT Bank DKI sendiri, PT Sritex menerima kredit dengan total Rp692.987.592.188,00.

Qohar menyebut, dalam pemberian kredit tersebut, tersangka ZM (Zainuddin Mappa) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020 dan DS (Dicky Syahbandinata) selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial PT BJB Tahun 2020, telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai.

“Salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga pemeringkat Fitch dan Moodys disampaikan bahwa PT Sritex Tbk hanya memperoleh predikat BB- atau memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi,” imbuhnya. 

Seharusnya, ujar Qohar, kredit diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat A. Maka dari itu, pemberian kredit tersebut pun bertentangan dengan ketentuan standar operasional prosedur (SOP) bank serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sekaligus terkait penerapan prinsip kehati-hatian.

Lebih lanjut, Qohar mengungkapkan, dana kredit dari kedua bank tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya oleh tersangka ISL (Iwan Setiawan Lukminto) selaku Direktur Utama PT Sritex Tbk Tahun 2005–2022. Pemberian kredit tersebut, kata dia, sejatinya ditujukan untuk modal kerja. Tetapi, oleh ISL disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif.

Kredit yang diberikan oleh PT BJB Dan PT Bank DKI pun saat ini macet dengan status kolektibilitas 5 dan aset perusahaan tidak bisa dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil. Sampai akhirnya, PT Sritex Tbk dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.

Akibat adanya perbuatan melawan hukum tersebut, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp692.987.592.188,00 dari total nilai outstanding atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp3.588.650.880.028,57.

Adapun ketiga tersangka dijerat dengan Pasal ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

Ikuti Periskop Di
Reporter : Joko Priyono
Penulis : Tiamo Braudmen
Editor : Eka Budiman
faisal_rachman
faisal_rachman
Penulis
No biography available.
Komentar (2)
1000 karakter tersisa
Avatar
Haji Yunus
3 Jam Yang Lalu
Siaaaaaaaaap

Avatar
Margono
7 Jam Yang Lalu
Anggota boleh bawa senjata, asalkan