Search

Logo Light

Keluar dari Periskop?

Sign Out Cancel

Harga Beras Masih Tinggi, Mentan Ancam Umumkan 212 Merek Beras Nakal

JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengancam, segera mengumumkan 212 merek beras “nakal” ke public, jika dalam waktu dekat tidak juga menunjukkan itikad baik untuk menghentikan pelanggaran.

"Nanti kita umumkan. Tunggu aja. Ini masih sabar 1-2 hari. Tapi (jika) tidak ada perubahan, aku umumkan 212 (merek beras nakal), aku umumkan merek-nya. Tunggu aja," kata Mentan dikonfirmasi di sela puncak peringatan Hari Krida Pertanian (HKP) Ke-53 Tahun 2025 di Jakarta, Senin (30/6).

Mentan menegaskan, pihkanya sedang bersabar selama satu hingga dua hari. Jika tidak ada perubahan harga atau perilaku pelaku, maka nama-nama merek akan dipublikasikan secara terbuka ke publik. Amran menjelaskan merek-merek tersebut kini tengah diperiksa secara menyeluruh mulai hari ini oleh Satgas Pangan Polri.

Ia menyoroti harga di tingkat petani yang menurun, tetapi justru melonjak di tangan konsumen. Kejanggalan itu, lanjutnya, sudah diinvestigasi oleh tim Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan Polri, Kejaksaan dan Bapanas.

Dia menggambarkan pendekatannya ibarat mengendarai kendaraan, dimulai dari “gigi satu” untuk memberi kesempatan, tapi jika tak berubah maka akan naik ke “gigi lima” dengan tindakan tegas dan terbuka.

"Itu nanti aku umumkan. Tunggu aja. Kalau kami kasih gigi 1 nggak mau (berubah), gigi 2 naik. Nggak mau (berubah), naik gigi 3. Terakhir nanti gigi 5," tegasnya.

Amran menyebut, merek-merek yang akan diumumkan sudah dikantongi lengkap dengan nama dan alamat, tinggal menunggu kesediaan mereka melakukan koreksi dalam dua hingga tiga hari ke depan.

"Mereknya jelas, alamatnya jelas. Saya (akan) umumkan nanti. (Tetapi) saya kasih kesempatan dulu berubah. (Jika) tidak berubah harga, aku umumkan," imbuh Mentan.

Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap dugaan praktik kecurangan dalam perdagangan beras yang menyebabkan kerugian konsumen hingga Rp99,35 triliun akibat manipulasi kualitas dan harga di tingkat distribusi.

Sementara itu, pada kasus dugaan oplosan beras SPHP bersubsidi menjadi beras premium potensi kerugian negara mencapai Rp2 triliun per tahun. Total, potensi kerugian yang terjadi mencapai Rp101,35 triliun per tahun.

"Kami minta ditindak tegas karena kerugian Rp99,35 triliun untuk konsumen dalam satu tahun. Bayangkan kalau terjadi 10 tahun. Itu hampir Rp1.000 triliun. Nah, ini kita harus selesaikan," kata Mentan.

Investigasi kasus kecurangan beras komersial dilakukan setelah adanya anomali soal perberasan, padahal produksi padi saat ini sedang tinggi secara nasional, bahkan tertinggi dalam 57 tahun terakhir dengan stok hingga saat ini mencapai 4,2 juta ton.

Berdasarkan hasil temuan pada beras premium dengan sampel 136, ditemukan 85,56% tidak sesuai ketentuan; 59,78% tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET); serta 21,66% tidak seusai berat kemasan. Lalu, temuan pada beras medium dengan sampel 76 merek ditemukan 88,24% tidak sesuai mutu beras; 95,12% tidak sesuai HET; serta 9,38% tidak seusai berat kemasan.

Pengambilan sampel dilakukan sejak tanggal 6-23 Juni 2025 telah terkumpul 268 sampel beras dari berbagai titik di 10 provinsi, yakni Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), pasar dan tempat penjual beras di Jabodetabek; lalu pasar dan tempat penjual beras di Sulawesi Selatan.

Selanjutnya, di pasar dan tempat penjual beras di Lampung, Aceh, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara; Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta; hingga pasar dan tempat penjual beras di Jawa Barat.

Untuk memastikan akurasi dalam pengecekan beras di lapangan, Kementan menggunakan 13 laboratorium yang ada di 10 provinsi tersebut. Sementara itu, mengenai praktik pengoplosan beras SPHP dilakukan dengan modus mengambil 80% beras bersubsidi itu dan mengoplosnya menjadi beras premium. Sedangkan sisanya 20% dijual sesuai ketentuan oleh kios-kios di pasaran.

Beras SPHP yang disubsidi Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram justru sebagian besar tidak sampai ke konsumen yang berhak, karena dijual kembali sebagai beras premium untuk keuntungan pelaku.

Dari estimasi 1 juta ton beras dioplos, potensi kerugian negara mencapai Rp2 triliun per tahun. Kini Satgas Pangan telah turun ke lapangan untuk memperkuat pengawasan terhadap penyalahgunaan subsidi itu.

"Itu Satgas Pangan sudah turun. Itu SPHP menurut laporan dari bawah, pengakuan mereka. Ini tim yang bekerja secara tertutup, itu 80 % (beras SPHP) dioplos (jadi premium)," bebernya.

Tindak Tegas
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Panggah Susanto menyatakan dukungan kepada pemerintah untuk menindak tegas praktik kecurangan beras yang berpotensi merugikan negara hingga mencapai Rp99,35 triliun.

“Pemerintah perlu mengambil tindakan tegas kepada pelaku yang melakukan manipulasi standar beras dan berat timbangan beras," kata Panggah dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Karena itu, Panggah mendukung pemerintah untuk bertindak tegas terkait temuan Kementan bersama Satgas Pangan Polri, Kejaksaan dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang melakukan investigasi dan menemukan sejumlah penyimpangan atau anomali. Berdasarkan hasil investigasi ditemukan manipulasi standar mutu beras dan berat timbangan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Harus diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku karena hal ini merugikan masyarakat," ujarnya.Selain itu, dia meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk mengambil langkah menstabilkan harga beras yang naik, di tengah produksi beras meningkat dan stok beras di dalam negeri yang mencukupi.

Menurut dia, pemerintah perlu melepaskan stok beras yang berada di gudang Perum Bulog yang menyentuh angka 4 juta ton, untuk melakukan stabilisasi harga beras yang secara masif mengalami kenaikan di sejumlah wilayah.

"Segera lepaskan stok beras yang berada di gudang Bulog yang terdapat saat ini kan stoknya sekitar 4 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah, jika ini sebagian dilepas maka harga di pasar bisa stabil," tuturnya.

 

 

Ikuti Periskop Di
Reporter : Joko Priyono
Penulis : Tiamo Braudmen
Editor : Eka Budiman
faisal_rachman
faisal_rachman
Penulis
No biography available.