JAKARTA - Pemerintah menyasar tujuh segmen populasi untuk memacu tingkat inklusi keuangan di Indonesia. Hal ini terlihat dari Kajian Pemetaan Inklusi Keuangan: Percepatan Akses Layanan Keuangan untuk Kelompok Sasaran. Kajian tersebut merupakan hasil kerja sama antara Dewan Nasional Inklusi Keuangan (DNKI) dengan Tony Blair Institute.
“Dokumen ini berfungsi sebagai perangkat implementasi dasar untuk mendukung percepatan inklusi keuangan dan kepemilikan rekening, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto,” kata Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital Kemenko Perekonomian Ali Murtopo Simbolon dalam Indonesia International Financial Inclusion Summit (IFIS) 2025 di Jakarta, Selasa (6/5).
Ketujuh segmen itu di antaranya perempuan; pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (dengan fokus terhadap penyandang disabilitas dan lansia); pelajar/santri, mahasiswa, dan pemuda. Kemudian, masyarakat di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar); pekerja migran Indonesia (PMI); pelaku usaha mikro dan kecil; serta masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dengan memusatkan perhatian terhadap ketujuh segmen itu, Pemerintah berupaya memastikan tiap program inklusi keuangan dirancang dengan tepat. Selaras dengan kondisi, kebutuhan, dan aspirasi unik masing-masing kelompok masyarakat.
Ali menambahkan, Pemerintah terus memprioritaskan kelompok masyarakat yang kurang terlayani. Kelompok-kelompok itu kerap menghadapi kekurangan akses terhadap infrastruktur digital publik yang memadai dan pengetahuan mengenai produk keuangan yang dapat meningkatkan penghidupan.
Hal itu yang melandasi lahirnya Kajian Pemetaan Inklusi Keuangan: Percepatan Akses Layanan Keuangan untuk Kelompok Sasaran, untuk menjadi panduan bagi pemerintah, terutama pemerintah daerah, yang berada di garis depan inklusi keuangan.
Ali juga menyampaikan, komitmen Pemerintah dalam mendorong inklusi keuangan terlihat jelas pada target yang ditetapkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, yaitu memberikan akses kepemilikan rekening keuangan formal sebesar 91% pada tahun 2025, lalu 93% pada tahun 2029. Tingkat inklusi keuangan diharapkan mencapai 98% pada tahun 2045.
Keuangan Daerah
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Indeks Akses Keuangan Daerah (IKAD) untuk memetakan kondisi inklusi keuangan di Indonesia. Hal ini menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mengakselerasi inklusi keuangan di daerah serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih merata.
“Indeks ini lahir dari semangat kolaboratif untuk mendorong layanan keuangan yang lebih merata dan digunakan secara luas, khususnya melalui peran aktif Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD),” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi dalam Indonesia International Financial Inclusion Summit (IFIS) 2025 di Jakarta, Selasa.
Menurut Friderica, berbagai tantangan dari kondisi latar belakang geografis, ekonomi, dan pendidikan yang beragam membutuhkan kolaborasi dan sinergi pemangku kepentingan di pusat dan daerah, dalam mendukung perluasan akses keuangan yang inklusif dan merata.
Untuk mendukung komitmen dan upaya tersebut, diperlukan ukuran yang dapat memetakan kondisi inklusi keuangan di tingkat kabupaten/kota. Maka dari itu, IKAD diharapkan dapat menjadi jembatan antara data dan kebijakan untuk mendukung implementasi Asta Cita pemerintah.
Selain itu, IKAD juga ditargetkan dapat membantu pemangku kepentingan memastikan langkah-langkah di daerah sejalan dengan strategi dan rencana pembangunan nasional, melalui penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang dapat diimplementasikan oleh TPAKD. Kemudian, mendorong kebijakan arahan Presiden Prabowo Subianto dalam mengimplementasikan Program Satu Rekening Satu Penduduk.
Tujuan lainnya yaitu memperkuat pemantauan kinerja dan efektivitas program TPAKD di tingkat daerah (kabupaten/ kota). IKAD juga diharapkan bisa memberi informasi yang berguna bagi pemangku kepentingan dalam merancang program dan kebijakan yang efektif untuk mewujudkan akses keuangan yang inklusif.
Sebagai catatan, saat ini telah terbentuk 552 TPAKD di seluruh wilayah Indonesia, yang terdiri dari 38 TPAKD provinsi dan 514 TPAKD kabupaten/kota. TPAKD menjalankan perannya dengan menyusun berbagai program kerja yang sesuai kebutuhan masyarakat dengan berfokus pada kepemilikan dan penggunaan produk/layanan keuangan, penguatan infrastruktur, serta peningkatan literasi keuangan.