JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa meyakini, pendekatan ekonomi Sumitronomics dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ia menyebut, banyak konsep dari Begawan Ekonomi Sumitro Djojohadikusumo yang masih relevan diterapkan saat ini.
“Kalau itu dijalankan, harusnya sih (ekonomi) tumbuh 7% nggak susah-susah amat,” tutur Purbaya usai menghadiri Simposium Nasional Sumitronomics dan Arah Ekonomi Indonesia, di Jakarta, Selasa (3/6).
Ia mengaku sudah membaca buku karya Sumitro berjudul Kredit Rakyat di Masa Depresi. Ia menilai, buku itu memuat berbagai tujuan penting yang masih bisa diterapkan saat ini, seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial dan politik, serta pemerataan. Menurutnya, Sumitronomics sangat relevan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dan berkesinambungan
“Pemerataan menunjukkan stabilitas sosial, politik, dan keseimbangan pembangunan antara mesin fiskal dan mesin swasta. Jadi, ekonom-ekonom saya sarankan baca buku itu,” kata Purbaya.
Salah satu unsur penting dari pendekatan tersebut adalah program yang menyasar langsung masyarakat. “Ini dapat meningkatkan kepercayaan. Artinya, menciptakan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik,” serunya.
Sekadar informasi, Sumitro menulis buku yang dimaksud Purbaya itu pada era 1930-an, ketika dunia dilanda Depresi Besar. Dalam konteks kolonial saat itu, Sumitro menunjukkan, ekonomi Indonesia yang berbasis ekspor hasil bumi sangat rentan terhadap guncangan global. Namun, ia melihat satu pilar kekuatan yang justru mampu menopang ekonomi rakyat di tengah krisis: sistem kredit rakyat.
Bagi Sumitro, akses permodalan bagi masyarakat bawah bukan hanya soal ekonomi, melainkan juga soal keadilan sosial dan kemandirian bangsa. Lembaga seperti bank desa dan Volkscredietbank (AVB) dipuji karena kemampuannya menghidupkan ekonomi lokal dari bawah. Ia pun mengkritik sistem kolonial yang timpang dan mengusulkan reformasi struktural demi membangun ekonomi yang berakar dari rakyat.
Purbaya menambahkan, dalam dua dekade terakhir Indonesia sebenarnya telah mengembangkan pembangunan dengan pendekatan kebijakan yang tidak jauh berbeda dari Sumitronomics, meskipun mesin pertumbuhannya masih belum merata.
“Diperlukan strategi pembangunan yang seimbang, dengan kontribusi strategis antara sektor swasta dan pemerintah,” imbuhnya.
Purbaya juga menekankan, pemerintah juga perlu memastikan industri tumbuh baik di dalam negeri agar target-target ekonomi dapat dicapai, terutama jika ingin keluar dari middle income trap dan menjadi negara maju.
Ia menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus bisa mencapai dobel digit dalam jangka waktu yang cukup panjang seperti yang dialami oleh Jepang, Korea Selatan, dan Cina.
“Salah satu syarat menjadi negara maju kita harus memajukan industri dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Harus dobel digit,” ucapnya.
Senada, Dekan FEB UI Teguh Dartanto, Ph.D., menyebut, gagasan Sumitro akan tetap relevan sampai saat ini dan masa depan. Hal ini tercermin mulai dari program hilirisasi sumber daya hingga kebijakan proteksionisme terukur yang saat ini dilakukan pemerintah Indonesia.
“Perlu ada ketulusan untuk menggali pemikiran-pemikiran Sumitro untuk menemukan solusi nyata bagi kondisi perekonomian saat ini, sebagai modal di masa depan,” kata Teguh