JAKARTA - Pemohon Uji Materi nomor 128 Tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960, tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Perpu PUPN) Andri Tedjadharma memastikan, tujuannya mengajukan permohonan ke MK tidak untuk mencari kesalahan dan tidak menyalahkan siapapun.
Andri Tedjadharma menyebutkan, dirinya hanya mencari dan mengemukakan kebenaran yang ansich benar yang di akui semua pihak dengan dasar dan bukti yang tidak terbantahkan.
“Dalam proses uji materi ini tidak ada yang menjadi lawan, semuanya adalah kawan sebangsa setanah air, jadi tidak ada yang menang dan kalah, semuanya adalah pemenang, karena telah memenangkan kebenaran itu sendiri,“ ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Rabu (11/06)
Menurutnya sebagai bagian dari bangsa ini kalau merasa ada hal yang kiranya kurang berkenan di dalam perbuatan dan perlakuan, maka ada sarana pengadilan dan lain-lain sarana termasuk politik. Namun, apabila sudah berupaya maksimal masih tidak ada jalan keluar juga, lantaran itulah beranggapan bukan mereka yang zolim, tapi karena undang-undang yang di pakai bermasalah.
Lebih lanjut, Andri Tedjadharma menerangkan, secara mendalam, sekiranya memang ada ketidakselarasan dengan UUD, maka itu wajib mengusulkan untuk di uji materi di Mahkamah Konstitusi.
"Di tempat (MK) inilah akan terjadi perbaikan atas undang-undang itu jika terbukti melanggar konstitusi yang di akui bersama, maka dalam hal ini yang menang adalah semua karena telah menemukan kebenaran demi keadilan dan kebaikan. Sehingga Trias Politika sungguh tercapai di negara demokrasi yang partnernalistis ini yang mengutamakan musyawarah untuk mufakat agar menjadi adil makmur aman dan sentosa," jelasnya
Ia yakin dan percaya, para Hakim Yang Mulia yang menguji materi UU PP49 ini akan berfikir jernih. “Karena datang dari hati yang bersih, dapat mengerti dan memahami perasaan seseorang yang terzolimi selama 27 tahun dengan ikut merasakan serta menghayati apa yang dirasakan,” pungkasnya.
Kotak Pandora
Sebelumnya, uji materi terhadap Perpu Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dinilai bisa menjadi momentum untuk membuka kembali kotak pandora, keseluruhan proses penanganan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) secara transparan dan objektif. Pengamat hukum dan pembangunan dari Universitas Airlangga Hardjuno Wiwoho menyatakan hal tersebut menanggapi uji materi Perpu PUPN di Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Andri Tedjadharma.
“Kita jangan buru-buru memposisikan perkara ini semata sebagai soal individu. Yang jauh lebih penting adalah menjadikan sidang ini sebagai pintu masuk untuk menelaah secara menyeluruh bagaimana negara dulu menangani BLBI—baik dari sisi kebijakan, pelaksanaan, maupun penegakan hukumnya,” ujar Hardjuno Wiwoho, pakar yang lama meneliti kasus BLBI.
Menurutnya, fakta-fakta yang muncul di persidangan—termasuk temuan audit dan dugaan kekeliruan penyaluran dana—harus dilihat secara serius dan diuji secara objektif. Ia menilai, kasus BLBI terlalu lama diselimuti oleh kabut ketertutupan, padahal menyangkut kredibilitas institusi negara dalam menangani krisis keuangan.
“Jika memang ada prosedur yang tidak dijalankan secara benar, atau terdapat kekeliruan dalam penetapan tanggung jawab, maka negara harus mau mengoreksi. Tapi semua itu mesti dibuka melalui mekanisme hukum yang sahih, dan dilakukan secara menyeluruh, bukan sepotong-sepotong,” tegasnya.
Hardjuno menambahkan, Perpu PUPN sendiri memang berasal dari masa yang berbeda dan patut dikaji ulang relevansinya dalam konteks hukum tata negara dan hak asasi manusia hari ini. Namun demikian, ia menekankan bahwa perubahan hukum tidak boleh didasarkan pada tekanan kasus per kasus, melainkan melalui evaluasi sistemik.
“Perkara ini bukan sekadar gugatan perorangan. Ia menyentuh soal tata kelola negara, integritas hukum, dan bagaimana kita memahami keadilan dalam konteks kebijakan ekonomi negara. Karena itu, Mahkamah perlu membuka ruang seluas-luasnya untuk mengungkap fakta, bukan hanya menilai formalitas,” pungkasnya.
Untuk diketahui, MK kembali melanjutkan persidangan perkara uji materi terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Perpu PUPN), pada Rabu (28/5/2025). Permohonan ini diajukan oleh Andri Tedjadharma, pemegang saham Bank Centris Internasional (BCI), yang menggugat keberlakuan regulasi tersebut melalui Perkara Nomor 128/PUU-XXII/2024.