JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia mengalami inflasi 0,19% secara bulanan (mtm) pada Juni 2025. Sementara inflasi tahunan tercatat 1,87% (yoy) dan inflasi tahun kalender 1,38% (ytd).
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini di Jakarta, Selasa (1/7), melaporkan terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 108,07 pada Mei 2025 menjadi 108,27 pada Juni 2025. “Juni 2025 kembali mengalami inflasi setelah sebelumnya deflasi pada Mei 2025,” ujar Pudji.
Pudji mengatakan, penyumbang inflasi bulanan terbesar pada bulan Juni ini berasal dari kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan andil inflasi 0,13%. Sedangkan komponen harga yang diatur pemerintah mengalami inflasi sebesar 0,09%, dengan andil inflasi 0,02%.
Komoditas yang dominan mendorong inflasi pada kelompok tersebut adalah beras yang berkontribusi 0,04%. Kemudian, tarif angkutan udara atau tiket pesawat dengan andil inflasi sebesar 0,04%.
BPS juga mencatat cabai rawit berkontribusi terhadap inflasi sebesar 0,03%. Sedangkan bawang merah, tomat, dan emas perhiasan dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,02
Namun, ada juga komoditas yang masih memberikan andil deflasi pada Juni 2025. “Di antaranya adalah cabai merah dan bawang putih dengan andil deflasi masing-masing sebesar 0,03%, kemudian juga bensin sebesar 0,02%,” ucap Pudji.
Kemudian, komponen harga bergejolak mengalami inflasi sebesar 0,77%, dengan andil inflasi 0,13 %. Komoditas penyumbang adalah beras, cabai rawit, bawang merah, dan tomat.
“Komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,07 % dengan andil inflasi sebesar 0,04 %. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen inti adalah emas perhiasan,” serunya.
Pudji melanjutkan, di periode yang sama, 26 dari 38 provinsi di Indonesia mengalami inflasi, sementara 12 provinsi mengalami deflasi. “Inflasi tertinggi terjadi di Maluku sebesar 0,97 %. Sementara deflasi terjadi di Papua Pegunungan sebesar 1,50 %,” ucapnya.
Ia menjelaskan, terdapat sejumlah momentum hari libur yang berdampak kepada inflasi. Misalnya, Hari Raya Idul Adha, Tahun Baru Islam 1447 Hijriah dan libur anak sekolah mulai Juni 2025, serta perkembangan harga BBM nonsubsidi.
Sebelumnya, konsensus ekonom memproyeksikan terjadi kenaikan inflasi secara moderat pada Juni 2025, baik secara bulanan maupun tahunan. Berdasarkan 10 ekonom yang datanya dihimpun Bloomberg, median atau nilai tengah IHK pada Juni 2025 diperkirakan inflasi sebesar 0,12% secara bulanan (mtm). Nilai tersebut naik dibandingkan realisasi deflasi sebesar 0,37% (mtm) pada bulan sebelumnya, atau Mei 2025.
Evaluasi Pemda
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir sendiri meminta pemerintah daerah (Pemda) mengambil langkah konkret mengendalikan inflasi daerah. Ia menyarankan kepada kepala daerah agar mengevaluasi perangkat kerjanya yang belum optimal melakukan pengendalian inflasi.
“Saya minta untuk kepala daerah, mungkin yang perlu dievaluasi teman-teman yang berkaitan bertanggung jawab dengan tugas inflasi ini,” kata Tomsi di Jakarta, Senin.
Dia menyebutkan, upaya konkret tersebut di antaranya melaksanakan operasi pasar murah, melaksanakan sidak ke pasar dan distributor agar tidak menahan barang. Termasuk kerja sama dengan daerah penghasil komoditas untuk kelancaran pasokan, gerakan menanam, merealisasikan Belanja Tidak Terduga (BTT), serta dukungan transportasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Berdasarkan hasil monev Kemendagri dari tanggal 23 hingga 30 Juni 2025, hanya sembilan daerah yang telah melakukan enam langkah konkret tersebut. Kemudian, sebanyak 60 Pemda tercatat telah melakukan empat hingga lima langkah konkret.Dalam kesempatan itu, Tomsi menyebutkan satu per satu daerah yang telah melakukan langkah konkret. Dirinya mengapresiasi daerah tersebut karena menunjukkan tanggung jawab dalam mengendalikan harga.
“Saya menganggap mereka yang berdinas dan bertanggung jawab di pemerintah daerah tersebut nanti, itu betul-betul sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) yang bertanggung jawab dan mencintai masyarakatnya,” jelasnya.
Lebih lanjut, berdasarkan data yang sama, sebanyak 213 Pemda diketahui hanya melakukan satu hingga tiga langkah konkret. Sedangkan 232 daerah lainnya tercatat belum sama sekali melakukan upaya konkret dalam penanganan inflasi. Tomsi memberikan catatan khusus kepada daerah yang dinilai kurang optimal dalam mengendalikan inflasi.
Menurutnya, kurang optimalnya upaya yang dilakukan menandakan daerah tersebut tidak bertanggung jawab terhadap tugas yang diemban. “Tidak peduli harganya naik, tidak peduli masyarakatnya susah,” tandasnya.