Search

Logo Light

Keluar dari Periskop?

Sign Out Cancel

Sama Tangguhnya, Apa Bedanya Porter Rinjani dan Sherpa?

JAKARTA - Pekerjaan porter gunung menjadi cukup banyak disorot setelah kasus evakuasi korban pendaki di Gunung Rinjani. Berbagai postingan tentang bagaimana uniknya para porter ini memperlakukan klien mereka (pendaki) pun meluas di berbagai media sosial.

Ketangguhan para porter di Gunung Rinjani menjadi tema utama dalam berbagai postingan. Mengingat Rinjani yang merupakan gunung tertinggi kelima di Tanah Air, tentu ada rasa penasaran seberapa tangguh orang-orang ini jika dibandingkan dengan para Sherpa di Nepal.

Mengutip ragam sumber, sekalipun Sherpa dan porter Rinjani sama-sama pekerja gunung yang tangguh, keduanya memiliki latar fisiologis berbeda. Sherpa asal Nepal berdarah Tibet telah tinggal selama ribuan tahun di dataran tinggi Himalaya dan berkembang dengan genetik khusus untuk beradaptasi di ketinggian ekstrem.

Berbagai studi menunjukkan Sherpa tidak mudah terkena gejala sakit ketinggian karena mitokondria dan peredaran darah mereka sangat efisien dalam memanfaatkan oksigen tipis. Sebaliknya, porter Rinjani rata-rata berasal dari dataran rendah Lombok di mana tubuh mereka belum berevolusi untuk ketinggian ekstrem. Di ketinggian Rinjani porter juga tetap memiliki risiko hipoksia jika terburu-buru mendaki. 

Meskipun begitu, porter Rinjani umumnya sudah terbiasa dengan medan Rinjani secara spesifik. Dalam hal fisik, Sherpa cenderung bertubuh lebih kekar dengan paru-paru besar dengan hemoglobin rendah dan tekanan darah tinggi untuk sirkulasi optimal di ketinggian, sedangkan porter Rinjani sepenuhnya bergantung pada ketahanan fisik umum penduduk dataran rendah yang bisa dilihat dari bahu kuat dan kaki terlatih untuk membawa beban berat bahkan hingga 50 kg.

Beban Kerja dan Tugas Harian
Sherpa dan porter Rinjani sama-sama fokus sebagai pendukung pendakian, namun skala tugasnya berbeda. Sherpa lebih sering terlibat dalam ekspedisi profesional besar yang membutuhkan peralatan berat (oksigen tambahan, logistik, generator), memasang tali pendakian/fiksasi jalur di medan ekstrem (seperti Khumbu Icefall), mendirikan dan membongkar tenda di berbagai ketinggian serta bertindak sebagai pemandu teknis. Tak jarang Sherpa berdedikasi melakukan evakuasi korban di medan berbahaya.

Di sisi lain, porter di Rinjani membawa ragam logistik dan perlengkapan pendaki dan bekerja dalam kelompok kecil dengan pemandu lokal. Mereka juga dengan senang hati akan menyiapkan lokasi perkemahan dan membantu kegiatan memasak di lapangan. Berbeda dengan Sherpa, porter Rinjani jarang melakukan tugas teknis seperti memasang tali atau membawa oksigen.

Peralatan dan Perlengkapan Kerja
Sherpa umumnya sudah dilengkapi peralatan ekspedisi gunung tinggi modern. Mulai dari setelan down suit tahan dingin ekstrem, sepatu bot berinsulasi, crampon, harness panjat es, helm, serta tabung oksigen dan regulator bagi diri atau klien. Banyak peralatan ini harus dibeli sendiri oleh Sherpa dengan biaya mencapai ribuan dolar. 

Sementara itu, porter Rinjani menggunakan perlengkapan yang jauh lebih sederhana yang bahkan disediakan oleh penyelenggara trekking. Mereka memakai sepatu gunung standar di mana tak jarang kita bahkan menemukan porter hanya menggunakan sandal jepit dan pakaian tahan cuaca biasa. Mereka fokus membawa logistik dengan keranjang anyaman yang dipikul secara tradisional.

Keterampilan Teknis dan Peran dalam Pendakian
Sebagian besar Sherpa adalah pemandu bersertifikat. Mereka ahli menilai cuaca tinggi, navigasi rute berbahaya, serta teknik penyelamatan gunung. Sherpa juga terlatih dalam penggunaan perangkat keselamatan dan pertolongan pertama di ketinggian, bahkan rutin mengikuti seminar SAR/evakuasi.

Di sisi lain, porter Rinjani lebih bertumpu pada jam terbang di lapangan. Pengetahuan jalur pendakian Rinjani dibagikan turun-temurun di kalangan Sasak pegunung. Meskipun jarang memiliki sertifikasi formal, banyak porter Rinjani sudah meniti karier bertahun-tahun, sehingga mereka fasih mengenal medan dan kondisi cuaca lokal.

Sistem Upah
Perbedaan paling mencolok adalah dalam pendapatan dua kelompok ini. Sherpa biasanya dibayar per ekspedisi, tidak per hari. Sebuah laporan mencatat pemandu gunung (dengan sertifikasi IFMGA) mendapatkan antara US$4.000-US$10.000 (Rp64 juta-Rp162 juta) per pendakian Everest tergantung pengalaman, tips, dan bonus keberhasilan summit. Per ekspedisi pun menelan waktu hingga 2 bulan.

Di sisi lain, porter Rinjani umumnya menerima upah harian tetap. Tarif porter Rinjani baru diusulkan naik menjadi sekitar Rp250.000-Rp275.000 per hari (dari semula Rp175.000-Rp200.000). Dengan rute pendakian standar selama 3-4 hari, total pendapatan porter per ekspedisi berkisar Rp525.000-Rp1.000.000, belum termasuk tip. 

Sistem ini diatur oleh travel organizer (TO) setempat: porter direkrut per trip dan dibayar per hari kerja. Pendapatan porter mungkin terasa lebih rendah dari Sherpa dalam nilai uang tetapi diimbangi oleh kebutuhan peralatan yang minimal. Secara sosial, gaji porter lebih dipengaruhi oleh konsep tawar-menawar lokal, sedangkan Sherpa mengikuti struktur pendapatan pariwisata internasional.

Walau tidak bisa sepenuhnya apple-to-apple, dalam simpulnya Sherpa dan porter Rinjani memiliki kemiripan dalam kegigihan dan komitmen melayani pendaki, namun berbeda dalam konteks dan skalanya. Sherpa adalah profesional gunung tinggi dengan adaptasi fisiologis unik, sebaliknya porter Rinjani adalah warga lokal pegunungan tropis yang mengandalkan kekuatan fisik sebagai pendukung pendakian yang dibentuk oleh kearifan lokal Sasak.

Baca Juga
Ikuti Periskop Di
Reporter : Joko Priyono
Penulis : Tiamo Braudmen
Editor : Eka Budiman
rendi_widodo
rendi_widodo
Penulis
No biography available.