JAKARTA — Uji materi terhadap Perpu Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dinilai bisa menjadi momentum untuk membuka kembali kotak pandora, keseluruhan proses penanganan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) secara transparan dan objektif. Pengamat hukum dan pembangunan dari Universitas Airlangga Hardjuno Wiwoho menyatakan hal tersebut menanggapi uji materi Perpu PUPN di Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Andri Tedjadharma.
“Kita jangan buru-buru memposisikan perkara ini semata sebagai soal individu. Yang jauh lebih penting adalah menjadikan sidang ini sebagai pintu masuk untuk menelaah secara menyeluruh bagaimana negara dulu menangani BLBI—baik dari sisi kebijakan, pelaksanaan, maupun penegakan hukumnya,” ujar Hardjuno Wiwoho, pakar yang lama meneliti kasus BLBI.
Menurutnya, fakta-fakta yang muncul di persidangan—termasuk temuan audit dan dugaan kekeliruan penyaluran dana—harus dilihat secara serius dan diuji secara objektif. Ia menilai, kasus BLBI terlalu lama diselimuti oleh kabut ketertutupan, padahal menyangkut kredibilitas institusi negara dalam menangani krisis keuangan.
“Jika memang ada prosedur yang tidak dijalankan secara benar, atau terdapat kekeliruan dalam penetapan tanggung jawab, maka negara harus mau mengoreksi. Tapi semua itu mesti dibuka melalui mekanisme hukum yang sahih, dan dilakukan secara menyeluruh, bukan sepotong-sepotong,” tegasnya.
Hardjuno menambahkan, Perpu PUPN sendiri memang berasal dari masa yang berbeda dan patut dikaji ulang relevansinya dalam konteks hukum tata negara dan hak asasi manusia hari ini. Namun demikian, ia menekankan bahwa perubahan hukum tidak boleh didasarkan pada tekanan kasus per kasus, melainkan melalui evaluasi sistemik.
“Perkara ini bukan sekadar gugatan perorangan. Ia menyentuh soal tata kelola negara, integritas hukum, dan bagaimana kita memahami keadilan dalam konteks kebijakan ekonomi negara. Karena itu, Mahkamah perlu membuka ruang seluas-luasnya untuk mengungkap fakta, bukan hanya menilai formalitas,” pungkasnya.
Untuk diketahui, MK kembali melanjutkan persidangan perkara uji materi terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Perpu PUPN), pada Rabu (28/5/2025). Permohonan ini diajukan oleh Andri Tedjadharma, pemegang saham Bank Centris Internasional (BCI), yang menggugat keberlakuan regulasi tersebut melalui Perkara Nomor 128/PUU-XXII/2024.
Di hadapan majelis hakim, Andri menuturkan, pengajuan uji materi ini bukan untuk mencari kesalahan pihak manapun, melainkan demi memperjuangkan kebenaran secara objektif dan berdasarkan bukti yang sah. "Saya, sebagai Pemohon uji materi hari ini menyatakan bahwa prinsip dasar saya adalah tidak mencari kesalahan dan tidak menyalahkan siapapun. Saya hanya mencari dan mengemukakan kebenaran yang an sich benar, yang diakui semua pihak berdasarkan dasar dan bukti yang tidak terbantahkan," tuturnya.
Andri juga menekankan, proses hukum yang ditempuh merupakan bentuk kepeduliannya terhadap kepastian hukum. Ia berharap semua pihak melihat perkara ini sebagai perjuangan bersama demi keadilan. "Tidak ada yang menjadi lawan, semuanya adalah kawan sebangsa setanah air. Jadi tidak ada yang menang dan kalah. Semuanya adalah pemenang karena telah memenangkan kebenaran itu sendiri," cetusnya.