JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera mengambil langkah konkret, dalam mendata seluruh pulau yang berpotensi disengketakan antardaerah.
"Kemendagri harus proaktif mendata dan memetakan pulau-pulau yang berstatus tidak jelas atau disengketakan,” kata Toha dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (20/6).
Hal itu disampaikannya merespons sengketa antarwilayah terkait kepemilikan pulau yang kembali muncul usai penyelesaian sengketa empat pulau antara Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut).
“Penyelesaian sengketa Pulau Aceh dan Sumatera Utara memang patut diapresiasi, tetapi jangan sampai kita lengah. Faktanya, masih ada potensi sengketa wilayah lain yang belum tersentuh," ujarnya.
Dia juga mendorong Kemendagri untuk melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, Badan Informasi Geospasial (BIG), serta kementerian/lembaga terkait lainnya dalam menyusun peta wilayah yang sah dan diakui bersama.
“Pendataan dan penetapan batas wilayah harus berbasis data geospasial yang akurat dan disepakati semua pihak. Ini bagian dari menjaga integrasi wilayah NKRI sekaligus memperkuat otonomi daerah yang sehat,” tuturnya.
Dia mengingatkan, keberadaan pulau-pulau kecil yang belum memiliki kejelasan administrasi berisiko memicu konflik horizontal antarpemerintah daerah. Untuk itu, dia menekankan pentingnya pencegahan dini sebelum permasalahan berkembang menjadi konflik sosial atau sengketa hukum yang berlarut-larut.
“Kalau dibiarkan, ini bisa menimbulkan ketegangan antardaerah, bahkan bisa mengganggu pelayanan publik dan pembangunan wilayah karena itu Kemendagri harus segera turun tangan, menengahi, dan menyelesaikan sengketa yang ada,” ucapnya.
Sebab, kata dia, sampai saat ini masih banyak pulau yang bermasalah di Indonesia, di antaranya tujuh pulau di Pekajang yang berada di perbatasan Kepulauan Riau dan Bangka Belitung hingga sengketa 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung di Jawa Timur.
"Kemendagri harus bijak dalam menyelesaikan sengketa pulau. Pemerintah harus mengedepankan fakta dan sejarah kepemilikan pulau tersebut," lanjutnya.
Memicu Kegaduhan
Sebelumnya Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal daerah pemilihan Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti angkat bicara. Ia mengaku heran dengan kebijakan Kementerian Dalam Negeri yang justru memicu kegaduhan di daerah, mengingat sejak dulu 13 Pulau itu berada dalam wilayah Kabupaten Trenggalek.
“13 Pulau itu sejak dulu sudah berada di wilayah Trenggalek, dan sudah sesuai dengan RTRW Provinsi Jawa Timur. Bahkan sudah ada SK tentang 13 Pulau itu, yaitu SK Nomor 100.1.1-6117 tahun 2022 yang memutuskan 13 pulau kecil itu milik Kabupaten Trenggalek,” ujar LaNyalla, Kamis (19/6) di Jakarta.
LaNyalla sebelumnya sudah mengingatkan para pembantu presiden agar tidak menambah beban kepada presiden. Pasalnya, beban yang ditanggung Presiden Prabowo sangat besar dalam menghadapi situasi yang tidak menentu dalam perspektif geopolitik regional maupun internasional saat ini.
“Jangan sampai nanti presiden terus dibawa-bawa untuk menyelesaikan masalah dengan menganulir keputusan-keputusan para pembantunya. Karena dalam catatan saya sudah ada beberapa kebijakan presiden yang menganulir kebijakan kementerian teknis,” ungkap Ketua DPD RI ke-5 itu.
Kepri - Babel
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) menegaskan, Pulau Pekajang yang berada di Kabupaten Lingga merupakan milik sah daerah itu, baik secara hukum maupun secara administratif. Hal itu merespons rencana Pemprov Bangka Belitung menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait status kepemilikan Pulau Tujuh, Pekajang.
"Status Pulau Pekajang secara hukum dan administratif, sudah jelas berada dalam wilayah Kepri,” kata Asisten I Sekretariat Daerah Kepri Arief Fadillah di Tanjungpinang, Jumat.
Arief menyampaikan hal itu merujuk pada sejumlah dasar hukum yang mempertegas status wilayah tersebut, yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepri, yang menetapkan secara resmi wilayah Kepri terpisah dari Provinsi Riau.
Kedua, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga di Kepri, yang menyebutkan bahwa Pulau Pekajang merupakan bagian dari Kabupaten Lingga.
Penegasan status wilayah ini juga dikuatkan oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri (KEPMENDAGRI) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Dalam keputusan tertanggal 25 April 2025 tersebut, kata Arief, Pulau Pekajang ditetapkan sebagai bagian dari Lingga, Kepri, dengan rincian sebagai berikut: Kode Wilayah: 21.04.40442, serta Titik Koordinat: 01°09’33.01” LS / 105°17’47.76” BT
Arief menyampaikan, Pemprov Kepri telah aktif hadir dan menjalankan fungsi pemerintahan serta pelayanan publik di Pulau Pekajang sejak dibentuknya provinsi dan Kabupaten Lingga.
“Sekarang di sana sudah terbentuk Desa Pekajang, di mana kepala desanya dipilih langsung oleh masyarakat, dan berasal dari Lingga,” jelasnya.
Tak hanya itu, berbagai infrastruktur dasar juga telah dibangun, termasuk sekolah-sekolah dari tingkat SD, SMP hingga SMA kelas jauh yang memfasilitasi kebutuhan pendidikan masyarakat setempat.
Menurut Arief, sikap Pemprov Kepri tetap berpijak pada aturan dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Ia pun menegaskan, Pemprov Kepri tidak menginginkan persoalan ini berkembang menjadi polemik yang melebar.
“Pada dasarnya kami ingin menjaga hubungan baik dengan Provinsi Bangka Belitung. Kami tidak ingin masalah ini menjadi riak yang tidak perlu,” tuturnya.
Melalui penegasan ini, Pemprov Kepri berharap semua pihak dapat menghormati ketetapan hukum yang ada dan terus membangun sinergi untuk kemajuan masyarakat di wilayah perbatasan.