JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Romy Soekarno meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk mulai memikirkan transformasi pemilu berbasis digital melalui sistem electronic voting (e-voting).
"Saya ingin KPU untuk bisa berpikir teknokratik bahwa demokrasi 5.0 itu perlu enggak sih buat Indonesia? Contohnya transformasi menuju e-voting," kata Romy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (8/7).
Hal itu disampaikan Romy saat rapat kerja Komisi II DPR bersama KPU dan Bawaslu di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/7). Romy menilai penggunaan teknologi dalam pemilu bukan lagi sekadar wacana futuristik, melainkan langkah strategis yang mendesak dilakukan untuk mewujudkan demokrasi yang efisien, transparan, dan lebih minim kecurangan.
Sebab, kata dia, Pemilu 2024 menelan biaya yang tinggi mencapai Rp71 triliun. Untuk itu, ia mendorong agar KPU mulai berpikir secara teknokratik menuju “demokrasi 5.0”.
Menurut dia, e-voting sudah sangat mungkin diterapkan di Indonesia pada Pemilu 2029. Misalnya, teknologi seperti face recognition, sidik jari, dan e-KTP bisa dikombinasikan dalam proses verifikasi pemilih di tempat pemungutan suara (TPS).
Dia pun memandang pemungutan suara bisa dilakukan melalui tablet yang tersedia di TPS, di mana setiap pemilih yang telah melewati proses verifikasi akan langsung memilih dengan menyentuh layar.
"Setelah memilih akan tercetak lima lembar bukti suara pemilih, yaitu KPU, Bawaslu, DKPP, Kemendagri dan saksi partai. Hasil suara akan langsung masuk ke server pusat secara real-time tanpa perlu input manual," tuturnya.
Romy mengatakan, penghematan anggaran bisa signifikan dengan hitungan kasar penggunaan tablet dan infrastruktur digital maka biaya pemilu dapat ditekan menjadi sekitar Rp52-58 triliun.
Selain efisiensi dan keamanan, dia menilai e-voting mampu menekan berbagai bentuk kecurangan yang selama ini kerap terjadi dalam pemilu konvensional berbasis kertas.
"Karena kan saya melihat zaman dulu itu kertas banyak sekali yang menjadi titik curang sehingga 100 persen dari kecurangan kertas dapat dihindari,” imbuhnya.
Legislator itu kemudian menyoroti soal kesiapan infrastruktur pemilu. Dia mengusulkan pembentukan tim kerja tripartit antara KPU, Bawaslu, dan Komisi II DPR guna menyusun peta jalan (roadmap) menuju pelaksanaan e-voting pada 2029.
Terakhir, dia juga mendorong uji coba di beberapa provinsi mulai 2027, penyusunan regulasi perlindungan data, penguatan sumber daya manusia (SDM) digital penyelenggara pemilu, serta peningkatan literasi politik digital bagi generasi muda.
Sebelumnya, rapat yang digelar Komisi II DPR RI bersama KPU dan Bawaslu Senin (7/7) itu membahas laporan keuangan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dari KPU dan Bawaslu tahun anggaran 2024 serta Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun 2026.
Kodifikasi UU Paket Pemilu
Sementara itu, Rapat Paripurna DPR RI menyetujui agar kodifikasi dan kompilasi Undang-Undang (UU) Paket Pemilu dan Partai Politik menjadi bagian dari Peraturan DPR RI tentang Rencana Strategis (Renstra) DPR RI 2025-2029. Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengesahkan peraturan itu setelah mendapatkan persetujuan dari para anggota DPR RI yang hadir dalam rapat paripurna.
Dia menyampaikan, rancangan peraturan itu sebelumnya sudah dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. "Laporan Baleg terhadap hasil pembahasan rancangan Peraturan DPR RI tentang Renstra DPR RI 2025-2029, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi Peraturan DPR RI?" kata Adies yang dijawab setuju oleh peserta rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan, Peraturan DPR RI yang sudah berlaku itu, akan ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI Sturman Panjaitan mengatakan, rancangan peraturan itu merumuskan pentingnya kodifikasi dan kompilasi UU Paket Pemilu dan Partai Politik serta UU itu perlu disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Menurut dia, UU tentang Partai Politik juga perlu memasukkan unsur akuntabilitas keuangan, budaya partai politik yang inklusif, kaderisasi, kepimpinan partai, hingga penyederhanaan mekanisme verifikasi partai politik.
Selain soal kodifikasi UU Pemilu, dia mengatakan, UU Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional juga menjadi unsur yang dibahas dalam Peraturan DPR RI tersebut.
"Hal-hal pokok yang mengemuka dalam pembahasan Rancangan Peraturan DPR RI Tentang Rencana Strategis DPR RI 2025-2029 ini kemudian disepakati untuk disempurnakan dalam rapat panja," kata dia.