JAKARTA - Secara keseluruhan rumah subsidi pemerintah akan selalu menjadi proyek yang dinantikan oleh kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, semakin ke sini penyesuaian pemerintah di soal ukuran dan konsepnya menghadapi berbagai perdebatan.
Terkini yang tengah banyak dibicarakan adalah kehadiran rumah subsidi yang diperkenalkan Lippo Group. Rumah subsidi ini menjadi perbincangan hangat di berbagai platform media sosial terkait luas bangunannya yang kini ditekan hingga 14 meter persegi.
Mengutip berbagai sumber, Lippo Group memberikan dua tipe unit contoh yang bisa dilihat di Plaza Semanggi, Jakarta yakni tipe luas bangunan 14 meter persegi yang hanya memiliki satu kamar, serta tipe 23,4 meter persegi yang punya dua kamar.
Lippo Group pun menjelaskan bahwa rumah tipe terkecil 14 meter persegi memiliki pembiayaan yang sangat terjangkau. Dengan banderol di sekitar Rp100 jutaan, rumah ini bisa dicicil dengan bulanan hanya Rp600 ribu selama 20 tahun dengan bunga flat.
Pembiayaan ini menjadi yang termurah sejauh ini, di mana sebelumnya pemerintah memberikan spesifikasi rumah tapak subsidi ada di rentang luas 21 hingga 36 meter persegi. Rumah ini punya rentang banderol tunai di Rp150-Rp300 juta dengan cicilan termurah yang bisa diajukan adalah Rp800 ribu per bulan dengan bunga flat 5%.
Rumah subsidi 14 meter persegi ini telah memicu berbagai kritik publik karena dianggap terlalu kecil dan kurang layak huni. Masyarakat menilai bahwa rumah subsidi ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sebuah hunian. Ruang yang terbatas dirasa akan menyulitkan penghuni dalam menata furnitur, ventilasi, dan sirkulasi udara.
Sejumlah pakar pun menyebut rumah subsidi ini lebih mirip kamar kos ketimbang hunian keluarga. Bahkan, beberapa warganet menyebutnya sebagai 'rumah marmut' karena ukurannya yang sangat kecil.
Konsep rumah subsidi ini awalnya dirancang untuk Gen Z yang lebih memilih hunian dekat perkotaan. Namun, banyak yang mempertanyakan apakah ukuran rumah sekecil ini benar-benar akan menjadi pilihan Gen Z atau kelompok yang lebih realistis, MBR.
Terlepas dari berbagai pro dan kontra yang beredar di masyarakat, usaha pemerintah untuk menyesuaikan luas rumah subsidi di tahun 2025 ini adalah bentuk adaptasi agar harga jual rumah subsidi tetap relevan.
Di samping itu rumah subsidi "mungil" ini masih dalam tahap perencanaan dan belum dipasarkan secara luas. Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) masih terus membuka diri pada kritik dan akan mempertimbangkan penyesuaian desain agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sedang Hangat
Menjaring Minat Warga dari Imutnya Rumah Subsidi 14 Meter

Baca Juga
Reporter
:
Joko Priyono
Penulis
:
Tiamo Braudmen
Editor
:
Eka Budiman

rendi_widodo
Penulis
No biography available.
Topik Terkait