Search

Logo Light

Keluar dari Periskop?

Sign Out Cancel

Melunturkan Anggapan Sulit Memiliki Properti di Kalangan Gen Z

JAKARTA - Gen Z yang kini menjadi generasi sebagai segmen terbesar di Indonesia, mencakup sekitar 27,94% atau 74,93 juta jiwa dari total populasi. Isu kepemilikan rumah di kelompok ini pun tetap mengemuka, karena sekalipun kelompok ini sering dianggap lebih fleksibel soal properti, mimpi untuk memiliki 'tempat pulang' akan selalu melekat di diri orang Indonesia.

Tak seperti generasi-generasi sebelumnya, bagi Gen Z, manifestasi tentang properti bahkan meluas lebih dari sekedar tempat tinggal yang nyaman, tetapi juga sebagai investasi jangka panjang.  

Sekalipun menjadi segmen terbesar, mereka menghadapi tantangan yang signifikan dalam mencapai kepemilikan rumah. Apabila segmen ini kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti perumahan, hal ini tidak hanya berdampak pada stabilitas individu, tetapi juga pada stabilitas sosial-ekonomi makro, termasuk produktivitas tenaga kerja, mobilitas sosial, dan perencanaan kota secara keseluruhan.

Lebih jauh, pemahaman Gen Z terhadap konsep "kepemilikan rumah" itu sendiri pun tak segampang "DP siap, ajukan KPR", tetapi mereka ingin pilihan yang lebih fleksibel, seperti sewa dengan opsi beli (rent-to-own) atau bahkan sekadar menyewa.

Fleksibilitas dan kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi ekonomi yang tidak pasti mungkin menjadi prioritas yang lebih tinggi daripada kepemilikan aset secara langsung. Pergeseran ini memiliki implikasi besar bagi pengembang properti dan lembaga keuangan untuk berinovasi dalam produk dan skema pembiayaan yang lebih sesuai dengan redefinisi kepemilikan ini.

Survei Jakpat tahun 2023 mengungkapkan bahwa 61% Gen Z memiliki keinginan untuk memiliki properti. Meskipun demikian, terdapat tingkat pesimisme yang tinggi di kelompok ini. Data Inventure menunjukkan bahwa 65% Gen Z merasa tidak yakin mampu membeli rumah dalam tiga tahun ke depan, dengan 80% dari mereka mengeluhkan harga rumah yang terlalu tinggi dan di luar jangkauan finansial.

Terlepas dari kondisi ekonomi yang belum stabil, Gen Z tetap memiliki cita-cita kuat untuk memiliki hunian. Kemudian, bagaimana cara terbaik yang bisa dilakukan untuk menghadirkan optimisme tentang kepemilikan properti?

CEO & Founder Pinhome, Dayu Dara Permata menjelaskan bahwa pesimisme seseorang saat ingin membeli rumah sangat normal terjadi selama mereka masih lajang. Saat sudah menikah, akhirnya banyak orang bisa benar-benar memiliki visi untuk punya rumah.

"Setelah menikah umumnya orang akan mendapatkan manfaat dari join income, ketika sudah join income akhirnya seseorang memiliki kemampuan sesungguhnya dari berbagai kemungkinan untuk memiliki rumah," ungkapnya.

Dara menambahkan bahwa dengan kriteria pendapatan di Rp5 juta-Rp10 juta siapapun masih sangat mungkin untuk memiliki properti yang nyaman. Paling penting adalah kemampuan kita dalam memilih lokasi, tipe properti dan tentunya join income

Dengan hitungan kasar dari sepasang suami istri yang memiliki pendapatan total (join income) ada di Rp15 juta, maka mereka akan bisa membeli rumah dengan nominal cicilan Rp4,5 juta per bulan. Ia menambahkan bahwa cara termudah mengenali cicilan sebuah rumah adalah dengan menghitungnya sebagai seperseratus dari harga cashnya.

Jadi, dengan kemampuan membayar cicilan di Rp4,5 juta per bulan, maka bisa dipastikan kita bisa memilih rumah seperti apapun yang ada di level harga Rp450 juta.

"Dengan daya beli seperti ini mungkin realistisnya cukup sulit untuk mencari rumah tapak di pusat Jakarta, akhirnya kita bisa lebih ke pinggir dengan pintar mencari wilayah-wilayah kantong pengembang properti," kata Dara.

Pada akhirnya rasa percaya diri kelompok Gen Z dalam membeli rumah umumnya datang dari anggapan harga rumah yang tidak terjangkau, pendapatan rendah, serta berbagai prioritas finansial lainnya.

Namun, sekalinya kita sudah bisa lebih luas melihat berbagai kemungkinan dalam kepemilikan rumah, pada kenyataannya rumah bukanlah hal yang mustahil dimiliki oleh generasi manapun.

Baca Juga
Ikuti Periskop Di
Reporter : Joko Priyono
Penulis : Tiamo Braudmen
Editor : Eka Budiman
rendi_widodo
rendi_widodo
Penulis
No biography available.
Topik Terkait