Search

Logo Light

Keluar dari Periskop?

Sign Out Cancel
Sedang Hangat

Breaking News

Perketat Pengawasan Tugas Dokter

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Alifudin meminta adanya penguatan pengawasan terhadap tugas dokter. Permintaan ini menyusul kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) terhadap keluarga pasien di Bandung.

“Tindak pelecehan semacam ini menunjukkan adanya kegagalan dalam pengawasan terhadap perilaku tenaga medis, yang seharusnya mengutamakan martabat pasien dan keluarganya. Ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap dunia kedokteran,” ujar Alifudin dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (11/4). 

Kasus tersebut, menurutnya, juga mengungkap lemahnya pengawasan terhadap perilaku tenaga kesehatan serta perlunya penegakan hukum yang lebih tegas di sektor medis. Alifudin lalu mengingatkan pentingnya penguatan pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi dokter dalam menjalankan tugasnya, termasuk dalam interaksi dengan keluarga pasien.

“SOP yang jelas dan terukur sangat penting agar setiap tindakan medis yang dilakukan selalu sesuai dengan kaidah medis yang berlaku. Hal ini tidak hanya berlaku pada tindakan medis kepada pasien, tetapi juga dalam interaksi dengan keluarga pasien,” kata dia.

Ia menambahkan SOP yang kuat akan mengurangi risiko penyalahgunaan kekuasaan serta memberikan perlindungan bagi pasien dan keluarganya dari potensi pelecehan. Selain itu Alifudin juga menyoroti kasus perundungan terhadap dokter junior yang masih marak terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran. Ia meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera mengambil langkah tegas dalam menangani fenomena tersebut.

“Fenomena perundungan atau bullying yang dialami oleh dokter junior dari para seniornya juga perlu segera dituntaskan. Sebab selain berbahaya bagi psikologis para tenaga medis muda, hal ini juga menciptakan budaya kerja yang tidak sehat, yang berujung pada kinerja yang buruk dan bahkan dapat mempengaruhi keselamatan pasien,” lanjutnya.

Lebih lanjut, ia mendesak pihak kepolisian dan lembaga terkait untuk memproses kasus dugaan pelecehan dan perundungan di dunia medis hingga tuntas. Hal ini guna memastikan tidak ada kejadian serupa pada masa depan.

Sebagai langkah konkret, Alifudin juga mengusulkan pembentukan sistem pelaporan yang lebih efektif dan aman bagi pasien, keluarga, serta tenaga medis yang mengalami ancaman atau menjadi korban perundungan.

Cabut STR
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menyebutkan, sebagai respon dari kasus pelecehan seksual di Rumah Sakit dr Hasan Sadikin Bandung, pihaknya meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dr. PAP, tersangka kasus tersebut.

"Sebagai langkah tegas pertama, Kemenkes sudah meminta kepada KKI untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dr PAP. Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Aji mengatakan, pihaknya merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dr PAP, peserta didik PPDS Universitas Padjajaran Program Studi Anastesi di Rumah Sakit Pendidikan Hasan Sadikin Bandung.

"Saat ini yang bersangkutan sudah dikembalikan ke pihak Unpad dan diberhentikan sebagai mahasiswa serta diproses secara hukum oleh Polda Jawa Barat," serunya. 

Kemenkes, ujarnya, juga sudah menginstruksikan kepada Direktur Utama RSUP Hasan Sadikin untuk menghentikan sementara waktu, yakni selama 1 bulan, kegiatan residensi Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin. Kebijakan ini guna evaluasi dan perbaikan pengawasan serta tata kelola bersama Fakultas Kedokteran Unpad.

Seperti dikabarkan, Polisi Daerah Jawa Barat telah menangkap pelaku pelecehan seksual di RSHS Bandung sebelum Idulfitri. Adapun kasus tersebut ramai setelah ada korban yang menceritakan peristiwa yang dialaminya di media sosial.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Hendra Rochmawan di Bandung, Rabu, mengatakan, pelecehan tersebut terjadi pada 18 Maret 2025. PAP (31), katanya, melakukan aksinya saat korban dalam kondisi tidak sadarkan diri setelah disuntik cairan bius melalui selang infus.

"Pelaku meminta korban menjalani transfusi darah tanpa didampingi keluarga di Gedung MCHC RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) Bandung. Di ruang nomor 711, sekitar pukul 01.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dengan baju operasi dan melepas seluruh pakaian," ujar Hendra.

Hendra menjelaskan, tersangka PAP diketahui menyuntikkan cairan melalui infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Akibatnya, korban mengaku merasa pusing dan tidak sadarkan diri. Peristiwa tersebut, katanya, terjadi saat korban sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis. Tersangka meminta korban melakukan transfusi darah sendirian dan tidak ditemani keluarganya.

"Setelah sadar sekitar pukul 04.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dan diantar ke lantai bawah. Saat buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tubuhnya yang terkena air," dia menerangkan.

Pihaknya telah memeriksa 11 orang saksi, termasuk korban, ibu dan adik korban, beberapa perawat, dokter, serta pegawai rumah sakit lainnya. Dia juga menambahkan, penyidik saat ini sedang mendalami motif pelaku, termasuk kemungkinan adanya kelainan perilaku seksual yang akan diperkuat melalui pemeriksaan psikologi forensik.

"Sementara itu, sejumlah barang bukti, termasuk hasil visum dan alat kontrasepsi, telah diamankan untuk keperluan penyelidikan lanjutan," tandasnya.



Ikuti Periskop Di
Reporter : Joko Priyono
Penulis : Tiamo Braudmen
Editor : Eka Budiman
faisal_rachman
faisal_rachman
Penulis
No biography available.
Topik Terkait
Komentar (2)
1000 karakter tersisa
Avatar
Haji Yunus
3 Jam Yang Lalu
Siaaaaaaaaap

Avatar
Margono
7 Jam Yang Lalu
Anggota boleh bawa senjata, asalkan