JAKARTA – Aksi tiba-tiba Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Rumah La Nyalla Mattalitti di Surabaya terus menjadi polemik. Sejumlah pihak masih mempertanyakan hal tersebut.
“Tidak ada hujan. Tidak ada angin. Tiba-tiba KPK menggeledah rumah La Nyalla Mattalitti di Surabaya. Penggeledah ini mengagetkan banyak orang. Termasuk saya,” kata Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu dalam keterangannya, Senin (21/4).
Konon, katanya, KPK sedang mencari bukti kasus yang di usut nya terkait dengan Kusnadi. Mantan ketua DPRD yang dijadikan tersangka oleh KPK. Padahal, lanjut Muslim, Tim Kuasa Hukum Kusnadi sudah membantah. “Apa hubungan nya Kusnadi yang adalah ketua DPRD Jatim 2019-2024 dengan La Nyalla Mattalitti yang ketua DPD RI 2019-2024. Tak ada kaitan,” serunya.
LaNyalla pun di tuding terkait dengan KONI Jawa Timur. Padahal, LaNyalla bukan Ketua KONI. Apalagi, ia melihat urusan KONI Jatim sudah clear. “Tetapi tetap saja. La Nyalla di bidik? Ada apa?,” tanyanya.
Ia pun menenggarai, hal ini justru ada kaitaannya dengan permasalahan di DPD RI. Beberapa waktu lalu, ujar Muslim, publik tahu ada kasus di DPD RI yang dipimpin oleh Sultan Najamuddin.
“Masyarakatnya melaporkan soal Pemilihan Paket Pimpinan KPK yang di duga mengandung unsur suap dan money politik. Demikian juga perpanjangan massa reses DPD yang aneh. Karena di tengarai perpanjangan masa reses DPD RI itu di duga mengandung unsur korupsi APBN,” bebernya.
Kedua kasus itu pun telah dilaporkan ke KPK. Tetapi hingga saat ini nasib pelaporan dua kasus itu tak jelas. “Padahal bukti-bukti yang diserahkan oleh pelapor nya jelas dan terang benderang. Tidak jelas alasan KPK hingga saat ini belum juga mengumumkan tersangka,” ucap Muslim.
Maka, lanjut Muslim, wajar jika publik bertanya, ada apa dengan KPK? Asal tahu saja, kata Muslim, kasus pelaporan korupsi dan suap yang diduga terjadi di DPD RI saat berlangsung paket Pemilihan Pimpinan DPD RI 20 Oktober 2024 lalu dan reses tambahan yang di lakukan DPD RI pimpinan Sultan Najamuddin, sampai saat ini tidak disentuh KPK.
“Malah KPK geledah rumah LaNyalla. Ketua DPD RI ke 5 dan anggota DPD RI Jawa Timur saat ini. Ini aneh bin ajaib. Tindakan KPK ini seperti ‘Jaka Sembung Bawa Golok’,” tandasnya.
Muslim pun mewanti, jangan sampai kasus penggeledahan rumah LaNyalla di Surabaya itu, dianggap publik sebagai kasus pesanan. “Karena dasar dan alasan penggeledahan itu sumir dan tidak jelas,” cetusnya.
Ketidakjelasan dasar penggeledahan rumah La Nyalla ini, sejatinya juga dipermasalahkan sejumlah pihak. Misalnya pengamat Hukum Hardjuno Wiwoho, Ahli Hukum Pidana UI Dr Chudry Sitompul dan para advokat yang membela kasus Kusnadi. Tetapi KPK bergeming.
“Jika KPK tidak dapat menjelaskan ke Publik soal Penggeledahan rumah La Nyalla Mattalitti di Surabaya itu. Publik memastikan penggeledahan ini pesanan atau order pihak-pihak tertentu,” tuturnya.
Penggeledahan rumah La Nyalla Mattalitti ini, sambungnya, juga dianggap sebagai pembunuhan karakter. Apalagi saat memimpin DPDRI La Nyalla berhasil membawa isu Kembali ke UUD 1945 agar di berlakukuan kembali di mana isu Kembali Ke UUD1945 Asli sebagai Solusi agar kerusakan Bangsa dan Bernegara hari ini dapat menemukan jalan keluar.
Sebelumnya, Pakar Hukum Universitas Indonesia Chudry Sitompul menilai rangkaian penyidikan perkara yang menjerat pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024 yang dilakukan KPK, terkesan dipaksakan untuk ikut menjerat Ketua DPD RI ke-5 AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Penilaian Chudry tersebut didasarkan kepada upaya dan narasi yang dibangun Komisi Anti Rasuah tersebut yang dimuat di beberapa media nasional. Dalam pemberitaan, ia melihat seolah LaNyalla adalah pihak yang patut diduga terlibat dan bertanggungjawab dalam perkara penerimaan dana hibah yang dalam penggunaanya menyimpang.
“Yang pertama ingin saya tegaskan, dasar hukum pengusutan perkara tindak pidana korupsi ini adalah pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jatim tahun 2019-2022, yang berasal dari rekomendasi anggota DPRD Jatim. Kemudian ternyata ditemukan adanya penyimpangan dalam prosesnya, yaitu pemotongan dan cash back kepada pimpinan dan anggota DPRD Jatim,” jelas Chudry, dikutip Jumat (18/4).
Senada, Hardjuno pun menilai langkah penegakan hukum semacam ini harus dijalankan dengan hati-hati, mengingat posisi La Nyalla sebagai figur nasional yang dikenal vokal dalam berbagai isu demokrasi, keadilan sosial, dan pemberantasan korupsi itu sendiri.
"Bahkan ternyata dalam penggeledahan kan tidak ditemukan apa-apa terkait kasus. Dokumen berita acara penggeledahan yang diperoleh menyatakan, tidak ditemukan barang, dokumen, atau apapun yang diduga terkait perkara dimaksud," kata Hardjuno.