JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemegang saham, mengaku telah membahas rencana Initial Public Offering (IPO) Bank DKI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengatakan, pada Kamis (15/5) juga pihaknya telah menerima kunjungan dari OJK dan Bank DKI.
Salah satu pembahasan dalam pertemuan tersebut adalah mengenai IPO Bank DKI yang belum mendapatkan izin dari OJK.
"Kemarin kami kedatangan tamu OJK bersama dengan Bank DKI, salah satunya adalah membahas tentang hal tersebut (pengantongan izin OJK bagi Bank DKI untuk IPO)," kata Pramono di Jakarta Barat, Jumat (16/5).
Kendati demikian, Pramono tak merinci isi pembicaraan tersebut dan menyatakan, hal itu akan disampaikan langsung oleh pihak Bank DKI dan OJK. Namun, dia menegaskan, OJK menyambut baik niat Pemprov Jakarta untuk membawa Bank DKI melantai di bursa.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, hingga saat itu belum mendapat pengajuan IPO dari Bank DKI.
Meski demikian, Dian menyebut OJK senantiasa mendorong bank untuk terus memberikan nilai tambah strategis bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dan mendukung pendalaman pasar keuangan.
"Salah satunya dengan melakukan penawaran umum perdana saham guna memperkuat permodalan dalam rangka pertumbuhan bisnis, meningkatkan transparansi dan tata kelola dengan status perusahaan terbuka," kata Dian.
Selain itu, Dian menyebut OJK mendorong semua BPD untuk bisa IPO ataupun menerbitkan obligasi. Akan tetapi, kata dian, dalam rangka suksesnya IPO tersebut dan perlindungan terhadap investor, seluruh BPD akan diarahkan untuk memenuhi prasyarat mendasar.
Misalnya yaitu, disiplin fiskal pemerintah daerah, profesionalisme, tata kelola, rentabilitas dari bank, dan rating yang baik dari lembaga pemeringkat yang kredibel.
Prospek IPO Perbankan
Sebelumnya, OJK menilai prospek industri perbankan, terutama Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), untuk melangsungkan initial public offering (IPO) di pasar modal Indonesia pada tahun ini, masih baik dan cukup positif.
“Di tengah kebutuhan bank untuk memperkuat struktur permodalan guna mendukung ekspansi usaha dan digitalisasi layanan serta inovasi produk keuangan, tentunya perlu untuk pendanaan dan rasanya memang peluang untuk itu cukup terbuka,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) April 2025.
Namun, lanjut Inarno, OJK tetap menekankan pentingnya pemenuhan persyaratan mendasar untuk kesuksesan penawaran umum perdana (IPO). Termasuk terkait dengan perlindungan investor serta kesiapan operasional dan tata kelola perusahaan yang baik.
Inarno mengingatkan, tahun ini terdapat tekanan ekonomi global yang menantang volatilitas pasar sehingga kondisi ini merupakan tantangan tersendiri bagi calon emiten untuk melantai di bursa. Di tengah tekanan global ini, timing yang tepat untuk IPO dan valuasi yang optimal terhadap harga saham menjadi sangat penting bagi calon emiten.
Menurutnya, transparansi dan tata kelola yang baik serta model bisnis yang adaptif menjadi faktor kunci keberhasilan IPO. Selain itu, tentunya kesiapan internal dan kejelasan strategi jangka panjang merupakan syarat utama agar calon emiten mampu menarik minat pasar secara maksimal“Tetapi kami melihat bahwasannya peluang itu (untuk IPO) masih ada. Namun perlu saya tekankan bahwasannya investor ini cenderung untuk berhati-hati dan juga selektif dalam menempatkan dananya (di tengah tekanan ekonomi global),” ucap Inarno.
Terkait dengan rencana IPO Bank DKI, Inarno menyampaikan, hingga saat ini belum ada konsultasi atau pernyataan pendaftaran atas IPO Bank DKI. Begitu pula untuk BPR/BPR Syariah, hingga saat ini OJK belum pernyataan pendaftaran BPR/BPRS yang akan melangsungkan IPO.
Adapun OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 7 Tahun 2024, sehingga membuka kesempatan bagi BPR/BPRS untuk melantai di bursa. Salah satu syarat BPR/BPRS untuk bisa menggelar IPO, yakni wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp80 miliar.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo berharap agar Bank DKI dapat melakukan IPO paling lambat dalam satu tahun. Hal itu lantaran Bank DKI membagikan dividen senilai Rp249,31 miliar. Pembagian dividen ini merupakan hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) untuk tahun buku 2024.
“Memang kemarin Bank DKI juga masih bisa membagikan keuntungan dividennya 32 persen dari keuntungan. Sehingga, dengan demikian saya melihat prospek Bank DKI cukup bagus. Mudah-mudahan dalam waktu 5, 6 bulan atau paling lama 1 tahun Bank DKI sudah bisa IPO. Dan itu sangat memenuhi syarat,” kata Pramono.