KOTA TANGERANG – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN mengusulkan tambahan anggaran pengadaan alat obat kontrasepsi (alkon) untuk tahun 2026. Hal ini menurut Kemendukbangga dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi pertumbuhan penduduk yang terkontrol.
Sekretaris Kemendukbangga/BKKBN Budi Setiyono mengatakan, upaya pengajuan tambahan anggaran melalui kuantifikasi ketersediaan alat kontrasepsi ditujukan sebagai mengontrol jumlah penduduk dapat tumbuh seimbang melalui revitalisasi pelayanan program Keluarga Berencana (KB).
"Makanya kami akan mengajukan kepada Presiden, terutama agar berkenan untuk memperhatikan isu ini dan kemudian blokir anggaran untuk persediaan alat kontrasepsi barangkali bisa untuk dibuka dan kemudian harapannya minimal mendapatkan anggaran yang sama dengan anggaran tahun lalu," kata Budi di Tangerang, Senin (30/6).
Ia melanjutkan, di tahun 2025, pengadaan penyediaan alat obat kontrasepsi hanya mendapat anggaran sebesar Rp200 miliar. Besaran tersebut ditetapkan setelah adanya pemblokiran dalam efisiensi anggaran pemerintah.
Hal ini, berbanding berbeda pada tahun sebelumnya yakni mendapat anggaran sebesar Rp850 miliar ,sebagai pengendali jumlah penduduk melalui program KB/alat kontrasepsi.
"Kalau kita tidak menyediakan alat kontrasepsi yang mencukupi maka struktur penduduk kita yang sekarang itu sudah relatif flat, itu akan bisa melebar kembali di bawah," tuturnya.
Ia melihat, dengan adanya ancaman dari ketidakseimbangan stuktur penduduk yang saat ini terus mengalami peningkatan. Maka pihaknya harus segera mencari solusi alternatif dalam pengendalian potensi tambahan jumlah penduduk tersebut.
Salah satunya, kata Budi, yaitu berkoordinasi dengan seluruh provinsi perwakilan masing-masing untuk menghitung berapa kebutuhan yang real berdasarkan pada jumlah penduduk yang ada.
"Jumlah penduduk bisa meledak kembali dan itu tentu akan mempengaruhi banyak sektor di dalam penyediaan-penyediaan fasilitas umum, misalnya atau juga di dalam tata wilayah atau transportasi dan seterusnya. Oleh karena itu kita perlu memastikannya itu," ujarnya.
Disamping itu, dia menyebut Kemendukbangga juga melakukan upaya agar para keluarga itu melakukan KB atau membeli alat kontrasepsi secara mandiri sebagai membantu dalam mengendalikan populasi jumlah penduduk di dalam negeri.
"Kita mendorong dengan berbagai macam media dan juga lini lapangan, untuk memberikan kesadaran bahwa alat kontrasepsi itu tidak harus disediakan dari pemerintah, tetapi mereka juga bisa melakukan inisiasi secara mandiri untuk memilih kebutuhan di dalam KB tersebut," ungkapnya.
Ia menerangkan, penyediaan alat kontrasespai idealnya harus memenuhi kebutuhan 100% dari kebutuhan jumlah penduduk/keluarga yang memiliki usia subur. Misalnya, sekarang terdapat 40 juta orang maka harus ada persediaan alat kontrasepsi dengan jumlah yang sama.
"Kalau kita kuantifikasi secara rupiah mungkin bisa kurang lebih Rp1 triliun, tapi paling tidak mungkin seperti tahun lalu karena kemampuan anggaran kita terbatas yang tersedia Rp850 miliar, sehingga harapannya kalau Rp850 miliar, paling anggarannya sama," tuturnya.
Didominasi Perempuan
Terkait penggunaan kontrasepsi, Kemendukbangga/ BKKBN sendiri mencatat, kaum perempuan masih mendominasi sebagai pengguna alat kontrasepsi. Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Kemendukbangga/BKKBN Wahidin mengatakan, perbandingan kelompok perempuan dan laki-laki pengguna alat kontrasepsi itu antara lain 97% dan 3%.
"Ya, memang kalau dari data kita pengguna kontrasepsi perempuan itu kan sekitar 97% dan laki-laki 3%," ucapnya.
Menurutnya, dari segi pemahaman perilaku mengenai pengaturan kelahiran juga lebih banyak ditumpukan pada Perempuan. Karena itu, sebagian besar produsen alat dan obat kontrasepsi lebih banyak diperhatikan oleh perempuan.
"Jadi kalau ada kita kumpulkan 100 orang menggunakan obat/alat KB itu yang laki-laki tidak. Jadi yang lainnya memang masih didominasi perempuan," ujarnya.
Ia mengungkapkan, hingga saat ini sebagian besar jenis dan jumlah alat serta obat kontrasepsi yang ada, juga masih diperuntukkan pengguna bagi kaum perempuan.
"Karena memang harus yakin bahwa kontrasepsi untuk pria kan jenisnya masih terbatas. Pilihannya belum banyak, sehingga memang mau tidak mau, sementara masih banyak pengguna kontrasepsi itu," imbuhnya.
Dia menambahkan, untuk meningkatkan partisipasi KB di kelompok pria, pihaknya berusaha membuat kebijakan yang mendorong partisipasi KB dengan menciptakan berbagai varian alat kontrasepsi itu sendiri.
Sehingga, lanjutnya, ke depan angka partisipasi dalam penggunaan obat, alat kontrasepsi bisa seimbang dalam pengendalian peningkatan jumlah penduduk di Indonesia.
"Mudah-mudahan jadi ke depan ada muncul inovasi baru untuk munculnya kontrasepsi bagi laki-laki," tandasnya.