JAKARTA - Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) mengumumkan hasil riset Sensus Sampah Plastik, audit sampah plastik terbesar, paling akurat, dan paling komprehensif yang pernah dilakukan di Indonesia.
Selama tiga tahun (2022–2024), BRUIN, dengan melibatkan 156 mitra serta 976 relawan, mengumpulkan 76.899 sampah plastik dari 92 titik lokasi yang tersebar di 49 kabupaten/kota di 30 provinsi.
Selama tiga tahun (2022–2024), BRUIN, dengan melibatkan 156 mitra serta 976 relawan, mengumpulkan 76.899 sampah plastik dari 92 titik lokasi yang tersebar di 49 kabupaten/kota di 30 provinsi.
Koordinator Sensus Sampah Plastik BRUIN, Muhammad Kholid Basyaiban, SH, menyatakan bahwa hasil Sensus Sampah Plastik menunjukkan kondisi pencemaran sampah plastik di perairan Indonesia sudah mengkhawatirkan.
“BRUIN mengambil sampel di 35 sungai, 17 pantai, dan 2 titik mangrove di 49 kabupaten/kota yang tersebar di 30 provinsi. atau hampir 65% wilayah riset merupakan ekosistem perairan sungai. Hasilnya, tidak ada sungai yang bebas atau nihil dari sampah, jauh dari aturan yang tertera pada Lampiran IV Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH),” jelas Kholid.
BRUIN mengungkap 5 (lima) besar produsen pencemar polusi plastik di perairan Indonesia, yakni:
#1 Tanpa merek: 23% didominasi oleh kemasan tanpa merek (kantong kresek, styrofoam, sedotan plastik, kain, cup gelas, dan tali plastik);
#2 Wings: 11% didominasi oleh kemasan sachet (Soklin, Sedaap, Daia, Mama Lime, Teajus) dan botol minuman (Ale-ale, Teh Rio, Golda Coffee, Milku, dan Floridina);
#3 Indofood: 9% didominasi oleh kemasan sachet (Indomie, Sarimie, Indomilk, Bumbu Racik), botol minuman (Club), dan kemasan styrofoam (Pop Mie);
#4 Mayora: 7% didominasi oleh kemasan botol minuman (Le Minerale, Teh Pucuk Harum), kemasan sachet (Roma, Energen, Torabika, Kopiko, & Beng Beng);
#5 Unilever: 6% didominasi oleh kemasan sachet (Royco, Rinso, Molto, Sunsilk, Sunlight, dan Bango).
Sementara 5 besar merek kemasan plastik yang ditemukan:
#1 Club: merek Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) botol produk Indofood: 3% (2.271 pieces);
#2 Indomie: merek mie kemasan produk Indofood: 3% (1.977 pieces);
#3 Le Minerale: merek AMDK produk Mayora: 2% (1.708 pieces);
#4 SoKlin: merek sabun deterjen produk Wings: 2% (1.699 pieces);
#5 Teh Pucuk Harum: merek AMDK botol produk Mayora: 2% (1.445 pieces).
Sensus Sampah Plastik menunjukkan bahwa polusi sampah plastik tak hilang begitu saja, tetapi juga berdampak pada ekosistem, mempengaruhi krisis iklim dan risiko kesehatan makhluk hidup.
“Sensus menunjukkan, sampah kemasan pascakonsumsi mencemari perairan, mengancam ekosistem, serta memperburuk dampak perubahan iklim lewat cemaran mikroplastik dan polutan berbahaya lainnya,” ujar Prigi Arisandi, S.Si, M.Si, aktivis lingkungan, peneliti senior, sekaligus founder ECOTON Foundation.
Menuntut Tanggung Jawab Produsen dan Regulasi Tegas
Berdasarkan Sensus Sampah Plastik, BRUIN melihat perlunya pengelolaan sampah plastik secara segera dan tegas, khususnya terhadap kemasan sachet. Untuk itu, para produsen plastik dituntut untuk mengambil langkah nyata dalam mengelola sampah kemasan pascakonsumsi serta mendukung target pengurangan sampah oleh produsen sebanyak 30% di tahun 2029.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, saat membuka Pameran Lingkungan Hidup bertema “End Plastic Pollution” (22/6), yang menyatakan akan mendorong industri lokal dalam pengelolaan limbah serta membangun sistem hukum yang mewajibkan penerapan EPR, lengkap dengan sanksi administratif hingga pidana bagi yang melanggar.
"Intinya, jangan hanya bergantung pada perubahan perilaku konsumen. Yang lebih penting adalah kebijakan tegas yang memaksa produsen bertanggung jawab atas dampak yang mereka timbulkan," seru Dr. Susi Agustina Wilujeng , ST., MT., Kepala Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ITS Surabaya, menanggapi hasil Sensus Sampah Plastik.
Digadang menjadi regulasi taktis pemutus rantai sampah plastik di Indonesia, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen nyatanya belum efektif. Hal ini terutama terlihat dari rendahnya tingkat partisipasi produsen dan masyarakat serta lemahnya pengawasan dan pemberian sanksi.
“Regulasi peta jalan sebetulnya hanya mengubah kapasitas isi produk tanpa larangan ketat penggunaan kemasan plastik sekali pakai. Akibatnya, produsen cenderung mempertahankan penggunaan plastik dengan sedikit modifikasi, bukannya mencari alternatif produk ramah lingkungan atau menerapkan guna ulang,” jelas salah satu kolaborator yang terlibat dalam Sensus Sampah Plastik, Aeshnina Azzahra Aqilani, dari River Warrior Indonesia.
Sensus Sampah Plastik dan Rekomendasi Kebijakan
Hasil lengkap penelitian ini dituangkan dalam buku "SENSUS SAMPAH PLASTIK: MENGUNGKAP FAKTA, MENGGERAKKAN AKSI", yang tidak hanya menyajikan temuan data, tetapi juga memberikan rekomendasi kebijakan berbasis riset untuk mengatasi krisis polusi plastik. BRUIN menyerukan kepada pemerintah untuk menutup keran polusi plastik dengan merekomendasikan 6 strategi utama untuk melawan pencemaran plastik, yaitu;
1. Kebijakan pembatasan plastik sekali pakai yang sulit terdaur ulang seperti sachet;
2. Kebijakan model guna ulang (reuse movement) untuk mengurangi limbah kemasan;
3. Disinsentif pajak terhadap produk plastik sekali pakai yang sulit didaur ulang seperti sachet;
4. Insentif untuk pengelolaan plastik yang lebih berkelanjutan;
5. Green procurement dalam pemakaian produk ramah lingkungan oleh pemerintah dan industri;
6. Menuntut tanggung jawab produsen lewat implementasi Extended Producer Responsibility (EPR) secara tegas dan menyeluruh.
BRUIN berharap, Sensus Sampah Plastik membuka mata banyak pihak mengenai pentingnya pengelolaan sampah plastik dari hulu hingga hilir.