Search

Logo Light

Keluar dari Periskop?

Sign Out Cancel

Pasar Kripto Dan Saham AS Terguncang Serangan AS Ke Iran

JAKARTA - Analis Reku Fahmi Almuttaqin menyampaikan, pasar kripto dan saham AS terguncang pasca serangan AS ke tiga fasilitas nuklir utama Iran pada Minggu (22/6).

Konflik ini mendorong volatilitas di pasar saham AS, di mana indeks S&P 500 futures dan indeks utama lainnya mengalami tekanan. Hal ini terjadi seiring investor mengkhawatirkan risiko eskalasi yang lebih luas serta potensi dampak terhadap pasokan minyak global.

“Kekhawatiran ini diperkuat dengan melonjaknya harga minyak dan menguatnya dolar AS. Saham-saham sektor pertahanan dan energi cenderung mendapat perhatian lebih, sementara pasar obligasi menunjukkan pelebaran credit spread sebagai tanda peningkatan risiko,” kata Fahmi dalam keterangannya di Jakarta, Senin (23/6).

Ia menjelaskan, performa positif saham perusahaan-perusahaan minyak besar seperti Chevron dan Exxon Mobil, serta di sektor pertahanan seperti Lockheed Martin dan Northrop Grumman yang telah cukup terlihat berpotensi semakin berkembang di tengah kondisi yang ada. Namun, koreksi khususnya di sektor energi dapat terjadi jika ternyata tidak ada gangguan nyata pada suplai minyak.

Di sisi lain, pasar kripto juga menunjukkan reaksi signifikan. Bitcoin sempat turun tajam di bawah US$ 100.000, akibat meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap serangan langsung AS tersebut.

Merespon kondisi tersebut, Fahmi menilai secara umum, baik pasar saham AS maupun kripto bergerak defensif dan berpotensi menjadi lebih sensitif terhadap perkembangan terbaru di Timur Tengah di tengah potensi eskalasi konflik yang bisa berdampak lebih luas pada sentimen risiko global.

Bitcoin pada hari ini terlihat mulai mengalami pemulihan dan diperdagangkan di kisaran US$100.500- US$101.400, dengan altcoin seperti ETH, XRP, dan SOL juga mulai pulih dari penurunan akhir pekan kemarin.

“Sementara itu, indeks saham AS masih cenderung bergerak datar dan harga emas naik tipis, menandakan pelaku pasar yang saat ini kembali mengambil sikap wait and seeterhadap risiko geopolitik, pasca koreksi yang terjadi akhir pekan kemarin. Sementara itu harga minyak mentah tetap tinggi di sekitar US$76 per barel setelah lonjakan hampir 4 persen, dipicu kekhawatiran potensi Iran memblokir Selat Hormuz,” beber Fahmi.

Investor juga mulai memantau kemungkinan aksi militer lanjutan AS ke Iran, meskipun probabilitasnya menurut pasar prediksi seperti Polymarket, sudah menurun dari puncak kekhawatiran pasca serangan awal.

“Secara keseluruhan, baik pasar saham maupun kripto saat ini masih cenderung defensif namun mulai menemukan kembali keseimbangan baru setelah reaksi awal atas risiko geopolitik akhir pekan, sambil menunggu perkembangan lanjutan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Fahmi menilai investor juga mempertimbangkan eskalasi konflik yang berpotensi meningkatkan inflasi yang sudah mulai melandai beberapa bulan terakhir.

“Dengan masih berlangsungnya konflik Rusia-Ukraina yang juga menyerap anggaran militer AS, meluasnya konflik Iran-Israel berpotensi meningkatkan kebutuhan anggaran perang pemerintah AS. Di saat yang bersamaan, negosiasi dagang AS dengan China yang belum menemukan titik terang serta ancaman Trump untuk menaikkan tarif kepada negara-negara mitra dagangnya bulan depan semakin menimbulkan ketidakpastian bagi para investor terhadap outlook inflasi,” tambah Fahmi.

Mampu bertahannya Bitcoin di level harga yang ada saat ini di tengah segala sentimen negatif dan ketidakpastian tersebut mengindikasikan kekuatan pasar yang semakin solid, kondisi yang dapat mendukung berlanjutnya reli yang ada pada siklus ini.

Menurutnya, dengan tren yang ada tersebut, adanya perkembangan positif seperti inflasi yang tidak mengalami kenaikan signifikan dan diturunkannya suku bunga The Fed pada September, dapat berpotensi memicu reli yang signifikan di pasar kripto.

“Apabila tren penurunan suku bunga berjalan sesuai rencana, dengan kembali dilakukannya penurunan baik pada bulan November atau Desember, sentimen positif yang ada berpotensi dapat berkembang ke sektor altcoin yang secara umum sejauh ini cenderung underperformed,” lanjutnya.

Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, Fahmi mengimbau investor pemula untuk mempertimbangkan strategi menabung rutin, untuk mendapatkan harga rata-rata di tengah ketidakpastian yang ada saat ini.

“Sedangkan bagi para investor berpengalaman yang ingin memanfaatkan momentum untuk mendapatkan potensi keuntungan yang lebih optimal, mengadopsi strategi rotasi dengan memindahkan aset yang dimiliki secara berkala mengikuti setiap wave yang ada dan mengakumulasi aset-aset strategis di tengah potensi penurunan suku bunga di kuartal IV tahun ini, menjadi beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan,” kata Fahmi.

Dalam melakukan dollar cost averaging (DCA), investor dapat mengoptimalkan fitur yang memudahkan berinvestasi ke aset kripto dan saham AS potensial.

“Misalnya di fitur Packs di Reku, investor bisa berinvestasi pada berbagai crypto blue chip, aset crypto terkurasi di sektor AI dan memecoin, serta ETF

Saham AS dengan performa terbaik dalam sekali swipe untuk memudahkan diversifikasi. Terlebih, fitur Packs yang dilengkapi dengan sistem Rebalancing akan membantu investor menyesuaikan alokasi investasinya sesuai dengan kondisi pasar secara otomatis. Dengan begitu, strategi DCA yang dilakukan dapat lebih mudah, praktis, dan optimal,” tandasnya.

Pasar Dalam Negeri
Pelaku pasar aset kripto di dalam negeri menyatakan meskipun Bitcoin terkoreksi menembus di bawah 99.000 dolar AS namun potensi pemulihannya tetap terbuka.

Vice President Indodax, Antony Kusuma menyebutkan harga Bitcoin kembali terkoreksi dan sempat jatuh di bawah level psikologis 99.000 dolar AS di tengah meningkatnya eskalasi geopolitik menyusul serangan udara Amerika Serikat ke fasilitas nuklir utama Iran.

Koreksi tersebut, lanjutnya menandai level terendah Bitcoin sejak 9 Mei 2025 dan memicu gelombang penurunan lebih luas di pasar aset digital global.

"Saat ini adalah momen yang menuntut kewaspadaan, strategi, dan pemahaman jangka panjang terhadap aset kripto," ujar dalam pernyataannya di Jakarta, Senin.

Dia menilai pelemahan harga Bitcoin kali ini bukan semata disebabkan oleh faktor teknikal, melainkan karena sentimen risiko makro yang semakin kuat.

Menurut dia pasar kripto saat ini sangat sensitif terhadap berita geopolitik yang menimbulkan ketidakpastian. Respons pasar terhadap serangan AS ke Iran menunjukan bahwa Bitcoin, meski kerap dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, tetap dipandang sebagai aset berisiko oleh sebagian investor.

Ia menambahkan bahwa sejak kabar kemungkinan serangan ini muncul minggu lalu, pelaku pasar sudah mulai mengurangi eksposurnya terhadap aset kripto, hal itu tercermin dari menurunnya arus masuk ke ETF spot Bitcoin secara signifikan menjelang akhir pekan.

Data menunjukkan bahwa arus masuk ke ETF spot Bitcoin dari Senin hingga Rabu pekan lalu mencapai lebih dari 1 miliar dolar AS, namun, pada Kamis tidak ada pergerakan net, dan pada Jumat hanya tercatat 6,4 juta dolar AS.

Menurut dia, kelesuan ini mencerminkan sikap wait and see pelaku institusi terhadap keputusan strategis pemerintahan AS.

Dia menambahkan fenomena ini perlu menjadi catatan penting bagi investor retail. Mereka perlu memahami bahwa volatilitas tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari investasi di kripto.

"Namun, koreksi tajam seperti ini tidak selalu berarti ancaman. Justru, bagi investor berpengalaman, ini bisa menjadi kesempatan untuk masuk pada valuasi yang lebih menarik," tuturnya.

 

Ikuti Periskop Di
Reporter : Joko Priyono
Penulis : Tiamo Braudmen
Editor : Eka Budiman
faisal_rachman
faisal_rachman
Penulis
No biography available.