JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan mendapat serangan siber yang sangat massif dalam dua pekan terakhir. Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan, serangan yang terjadi di luar kebiasaan.
Jika biasanya dalam satu hari LPS mendapat serangan 50-100 ribu serangan, selama periode 17 Juni 2025 hingga 3 Juli 2025, LPS mendapat serangan siber DDos (Distributed Denial of Service) sebanyak 2,5 miliar. Jumlah ini menurutnya membuat serangan terhadap LPS, masuk dalam empat besar serangan siber terbesar di dunia saat ini.
“Dalam dua minggu terakhir, serangan cyber ke LPS meningkat dengan pesat sekali. Meskipun serangan konvensional dalam bentuk DDos, tapi ini dilakukan dengan sangat massif,” ujarnya dalam Temu Media di kantornya, Jumat (4/7).
Untuk diketahui, serangan DDoS berupa serangan siber yang bertujuan untuk mengganggu atau menghentikan layanan, sistem, atau jaringan komputer. Dengan begitu, tidak dapat diakses oleh pengguna.
“Serangannya kencang banget, bahkan dalam lima menit bisa 100 juta serangan DDoS-nya,” cetusnya.
LPS mencatat, kata Purbaya, serangan siber terbanyak terjadi pada 25 Juni 2025. Di hari itu, jumlah serangan DDoS mencapai 34 juta per detik. “Positifnya, kita bisa menahan serangan itu karena kita juga sejak 2021 sudah mengembangkan cyber security dengan investasi Rp 300 miliar,” imbuhnya.
Sekadar informasi, serangan siber yang diterima oleh LPS ini berasal dari 40 negara. Di mana, lima negara terbesar berasal dari Indonesia, Vietnam, Jerman, Amerika Serikat dan Belanda.
Lebih lanjut, ia menuturkan, pihaknya sedang mencari sumber serangan tersebut. Beberapa sudah ditemukan, namun ia belum mau membuka detil asal serangan tersebut.
“Mengapa hal ini kami buka? Karena kalau kalau kalah dari serangan pasti beritanya negatif, meraka koar-koar. Tapi kalau kami berhasil menahan serangan tersebut, mereka diam. Nah, saat ini kami masih bisa menangkal serangan,” tandasnya.
Untuk diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, risiko siber telah menjadi ancaman yang semakin kompleks dan nyata bagi organisasi di seluruh dunia. Membicarakan isu keamanan siber kini tidak lagi hanya menjadi isu teknis, tetapi juga menjadi bagian dari risiko strategis yang dapat mempengaruhi kelangsungan operasional, reputasi, bahkan stabilitas ekonomi baik secara nasional maupun secara global.
”Oleh karena itu, LPS terus berupaya meningkatkan kesadaran terhadap berbagai ancaman yang ada untuk dapat senantiasa menjalankan tugas dan fungsi dengan baik. Tidak kalah penting, hal ini juga demi menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, dan meyakinkan masyarakat bahwa tabungan mereka aman disimpan di bank,” tambahnya.
Bukan Pertama Kali
Monang Siringoringo, Direktur Grup Sistem Informasi LPS menuturkan, sejatinya bukan baru kali ini LPS diserang secara massif. Pada 2022 lalu, LPS juga pernah diserang ramsomware. “Untungnya bisa kami tangkal, bahkan kami dapat sumber data mereka, kami dapat bobol cloudnya,” ucap Monang.
Nah, serangan massif yang kedua di Juni ini, lanjutnya, bukan lagi seperti air bah, tapi sudah selayaknya tsunami. “Di 25 Juni 2025, perdetik serangan ke system keamanan LPS bisa mencapai 31 juta hit dari 44,6 juta IP. Bahkan di tanggal 4 Juli mencapai 70 juta serangan. Mereka sangat sistematis dan terencana dalam menyerang. Pola serangan juga terus berubah,” bebernya.
Menurut Monang, serangan kali ini bisa menjadi Pelajaran, bukan hanya untuk LPS, tapi untuk industri keuangan nasional bahkan negara secara keseluruhan. “Jika LPS bisa diserang seperti ini, berarti semua layanan pemerintah juga bisa diserang. Ini yang harus diantisipasi,” tutur Monang.
Monang sendiri menyarankan, ada tiga hal yang patut dicermati untuk menangkal serangan siber. Pertama, kemandirian teknologi. “Kalau bukan produk merah putih, pasti ada celah untuk mendapat serangan,’ serunya.
Kedua adalah adanya sense of crisis dari para pegawai. Jika pegawai suatu institusi terutama yang di bidang IT hanya bekerja sebagai pegawai biasa, maka serangan akan tetap tembus. “Ketiga adanya sense of belonging. Bukan hanya sekedar menjadi pegawai tanpa memiliki rasa memiliki,: tandasnya.
Tambahan saja, tahun ini, LPS merayakan usia dua dekade sejak berdiri pada 2005. Dalam rentang waktu itu, LPS berkembang dari sekadar lembaga pembayar klaim (paybox) menjadi institusi mitigasi risiko (risk minimizer). Mereka kini aktif dalam mencegah krisis dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Peran baru pun menanti, salah satunya adalah implementasi program penjaminan polis asuransi yang ditargetkan berjalan pada 2028. Ini akan menambah beban kerja lembaga, namun dinilai sebagai langkah penting memperkuat jaring pengaman keuangan nasional.