Scopers, pernahkah kamu mendengar istilah literasi keuangan dan inklusi keuangan? Dua istilah ini punya peran yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya soal cara kita mengelola uang.
Mau tapi lebih dalam tentang literasi dan inklusi keuangan? Yuk, kita bahas bersama.
Apa itu Literasi dan Inklusi Keuangan?
Literasi keuangan itu ibarat kompas untuk keuangan kita. Ini bukan cuma pengetahuan soal tabungan, tapi lebih dari itu, literasi keuangan adalah kemampuan untuk paham cara mengatur uang, mengetahui produk-produk keuangan seperti tabungan, asuransi, sampai investasi, serta kemampuan dalam mengambil keputusan yang masuk akal agar keuangan kita tetap sehat.
Sedangkan, inklusi keuangan adalah tentang seberapa mudah masyarakat bisa menggunakan layanan keuangan formal. Misalnya, punya rekening di bank, bisa memakai dompet digital, pinjam uang melalui lembaga resmi, atau ikut program asuransi.
Kenapa Literasi dan Inklusi Keuangan itu Penting?
Bayangin, kamu pakai layanan keuangan tapi enggak tahu cara kerjanya, pasti berisiko bukan? Nah, itu sebabnya literasi keuangan sangat penting agar kita enggak asal pilih produk, tanpa tahu hak dan kewajiban kita. Selain itu, kita juga bisa menimbang manfaat dan risiko dari produk keuangan yang dipilih dengan analisa yang matang.
Dan tahu kah Scopers? Ketika makin banyak orang yang paham soal keuangan, maka akan berdampak positif bagi lembaga keuangan. Lembaga keuangan dapat menjangkau lebih banyak orang seiring dengan meningkatkan literasi keuangan masyarakat.
Jika berbicara soal inklusi keuangan, maka sebenarnya kita sedang membahas fondasi dasar dalam sistem keuangan. Tanpa akses yang inklusif pada produk-produk keuangan, pengetahuan masyarakat terhadap keuangan akan menjadi sia-sia.
Layanan keuangan yang inklusif sangat bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama bagi kelompok menengah ke bawah. Akses ini memungkinkan mereka mendapatkan pendanaan untuk usaha, pembiayaan pendidikan dan kesehatan, hingga perlindungan saat menghadapi situasi darurat. Inilah alasan mengapa inklusi keuangan menjadi salah satu kunci penting dalam upaya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Capaian Literasi dan Inklusi Keuangan di Indonesia
Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024, indeks literasi keuangan nasional tercatat sebesar 65,43%, sementara indeks inklusi keuangan berada di angka 75,02%.
Jika dibandingkan dengan hasil SNLIK tahun 2022, terjadi peningkatan signifikan pada literasi keuangan yang sebelumnya berada di angka 49,68%. Namun, sebaliknya, indeks inklusi justru mengalami penurunan dari 85,10% pada 2022 menjadi 75,02% di tahun 2024.
Data ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memahami keuangan semakin meningkat. Meski begitu, akses terhadap layanan keuangan formal justru sedikit menurun.
Selain itu, masih terdapat selisih antara angka literasi dan inklusi keuangan dalam setiap edisi SNLIK. Indeks literasi konsisten lebih rendah dibandingkan indeks inklusi, yang berarti masih banyak masyarakat yang sudah menggunakan produk keuangan, tetapi belum sepenuhnya memahami cara kerja dan risikonya.
Pada SNLIK 2024, selisih antara indeks inklusi dan literasi keuangan sekitar 10 poin. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 35 poin. Meskipun kesenjangan ini terus mengecil, hal ini tetap menjadi pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan bersama oleh pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat.
Lalu, bagaimana kondisi literasi dan inklusi keuangan di kalangan remaja usia 15–17 tahun?
Meskipun masih dalam masa pertumbuhan dan aktif belajar, remaja tetap menjadi bagian penting dalam upaya meningkatkan pemahaman dan akses terhadap layanan keuangan. Sebab, masa remaja adalah waktu yang tepat untuk mulai membentuk kebiasaan finansial yang baik.
Berdasarkan data SNLIK tahun 2024, indeks literasi keuangan kelompok usia 15–17 tahun berada di angka 51,70%, sedangkan indeks inklusi keuangan mencapai 57,96%.
Jika dibandingkan dengan rata-rata nasional, angka ini masih tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa banyak remaja yang belum memiliki akses terhadap layanan keuangan formal, atau belum sepenuhnya memahami cara penggunaannya secara tepat.
Namun menariknya, selisih antara literasi dan inklusi pada kelompok usia ini hanya sekitar 6 poin, yang berarti sebagian besar remaja yang sudah memiliki akses juga memiliki pemahaman dasar tentang produk keuangan. Meski begitu, masih ada sebagian yang belum teredukasi dengan baik.
Untuk itu Scopers, mengatur keuangan itu bukan skill yang bisa dipelajari dalam semalam. Tapi begitu kita tahu dasar-dasarnya, semuanya terasa lebih ringan dan masuk akal.
Yuk, jadi bagian dari generasi yang cerdas finansial! Mulailah dari hal-hal kecil, dengan tahu berapa uang yang masuk dan keluar, kenal produk keuangan yang aman, dan jangan malu bertanya kalau belum paham.
Referensi
Kementerian Keuangan. (2021). Diakses dari https://fiskal.kemenkeu.go.id/kajian/2021/12/30/2438-kajian-inklusi-keuangan-untuk-keadilan-dan-kemakmuran-rakyat-indonesia
OJK dan BPS. (2024). Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024. Jakarta: Badan Pusat Statistik dan Otoritas Jasa Keuangan.
OJK. (2025). Edukasi Keuangan. Diakses dari https://ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-konsumen/Pages/literasi-keuangan.aspx