Periskop.id - Kementerian Hukum (Kemenkum) memperkuat pengawasan dan sertifikasi pusat perbelanjaan (mal) guna menekan peredaran barang palsu melalui program Sertifikasi Pusat Perbelanjaan Berbasis Kekayaan Intelektual.

Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkum Arie Ardian menyatakan, Indonesia terus memerangi peredaran barang palsu. Baik yang dipasarkan melalui pusat perbelanjaan maupun loka pasar.

"Menanggapi maraknya peredaran barang palsu tersebut, DJKI menegaskan komitmen untuk menekan peredaran barang palsu melalui kombinasi langkah represif dan preventif," ungkap Arie dalam keterangan tertulis yang dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (3/9).

Dia mengungkapkan, selama kurun waktu 2019-2025, DJKI telah melakukan penindakan tidak kurang dari 17 kali terkait barang palsu, bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kepolisian, dan Kejaksaan RI.

Selain itu, ia menambahkan pihaknya juga telah memusnahkan barang bukti tiruan dari berbagai merek ternama senilai lebih dari Rp5 miliar, sebagai efek jera kepada pelaku. Arie menekankan penanganan pemalsuan merek merupakan delik aduan, sehingga peran aktif pemilik merek sangat menentukan.

Dikatakannya, negara, melalui DJKI, Bea Cukai, atau aparat penegak hukum tidak bisa serta-merta bertindak tanpa adanya laporan resmi. Untuk itu, dirinya berharap pemilik merek harus aktif melakukan berbagai Langkah.

Mulai dari memastikan mereknya terdaftar dan diperpanjang tepat waktu, mengajukan pengaduan jika terjadi pelanggaran, hingga mendukung aparat dengan berbagai bukti seperti sertifikat, sampel produk asli, maupun keterangan ahli.

"Pemilik merek juga berperan penting dalam upaya preventif dengan melakukan rekordasi atau pencatatan merek dagang dan pemegang hak di sistem Bea Cukai agar barang palsu bisa ditahan ketika memasuki perbatasan Indonesia," tuturnya.

Sikap Proaktif 

Tak hanya itu, Arie menyebutkan, pemilik merek juga harus melakukan pengawasan pasar dan edukasi kepada konsumen. Berbagai sikap proaktif itu, kata dia, menjadi kunci agar hak atas merek benar-benar terlindungi dan praktik pemalsuan dapat ditekan.

Meski begitu, disebutkan upaya tersebut masih menghadapi tantangan besar. Di antaranya, celah masuknya barang melalui banyak titik perbatasan, modus operandi yang semakin canggih, serta keterbatasan sumber daya pengawasan di lapangan.

Namun, dia menegaskan, DJKI bersama Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Pelanggaran Kekayaan Intelektual terus berbenah dengan memperbaiki sistem pengawasan serta memperkuat koordinasi antar instansi.

Hingga Agustus 2025, tercatat 158 pusat perbelanjaan di 30 provinsi telah disertifikasi. Program itu masih berlanjut hingga akhir tahun, di mana tiga daerah hingga saat ini masih melakukan proses penilaian terhadap pusat perbelanjaan yang ada di wilayahnya, masing-masing, yaitu Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, dan Maluku.

Mengenai proses sertifikasi, ia menjelaskan pengelola atau pemilik pusat perbelanjaan terlebih dahulu harus berkoordinasi dengan DJKI ataupun Kantor Wilayah Kementerian Hukum di seluruh wilayah. Kemudian dari hasil koordinasi tersebut, DJKI akan melakukan survei dan pemantauan terhadap penyewa dan produk yang diperjualbelikan.

Menurut Arie, sertifikasi merupakan upaya menciptakan pusat perbelanjaan yang aman dan terpercaya. Pengelola mal harus memastikan tidak ada penyewa yang menjual barang palsu.

Di sisi lain, ditegaskan pengelola pusat perbelanjaan yang lalai dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Khususnya Pasal 10 dan Pasal 114, dengan denda mencapai Rp100 juta, jika membiarkan adanya pelanggaran setelah diberi peringatan.

DJKI menyediakan portal pengaduan daring di pengaduan.dgip.go.id dan layanan mediasi untuk mempercepat penyelesaian sengketa. DJKI juga memperkuat kerja sama dengan platform e-commerce untuk menghapus ribuan daftar barang palsu, termasuk sepatu tiruan.

“Kami ingin memastikan pelindungan kekayaan intelektual bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama. Dengan sinergi, kita bisa menciptakan ekosistem perdagangan yang bersih dan melindungi konsumen dari barang ilegal,” pungkasnya.