Periskop.id – Gerakan Millennial Indonesia Emas (GMIE 2045) menyatakan, dukungan penuh terhadap pandangan pengamat kebijakan publik Hardjuno Wiwoho yang meminta DPR membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset secara mendalam, pasal per pasal.
Ketua Umum GMIE 2045 Ilham Abraham Mansyur menegaskan, RUU Perampasan Aset adalah instrumen penting untuk memperkuat pemberantasan korupsi dan menutup celah bagi pelaku kejahatan ekonomi.
“Kami sejalan dengan pandangan Pak Hardjuno. DPR harus membahas RUU ini dengan serius, pasal per pasal, sehingga aturan yang dihasilkan tidak hanya tegas terhadap koruptor tetapi juga adil dan melindungi hak-hak warga negara,” ujar Ilham dalam pernyataan resminya, Sabtu (13/9/2025).
GMIE 2045 menilai, percepatan pembahasan RUU ini sangat penting, mengingat maraknya kasus korupsi yang merugikan keuangan negara. Ilham juga mengingatkan, mekanisme perampasan aset harus dilakukan secara transparan, dengan pengawasan ketat agar tidak disalahgunakan.
“Prinsipnya jelas, kekayaan yang tidak wajar harus bisa ditelusuri dan jika terbukti berasal dari kejahatan, harus dirampas untuk negara. Tapi semua harus dilakukan lewat proses hukum yang adil,” tambah Ilham.
GMIE 2045, lan jutnya, berkomitmen mengawal proses legislasi ini agar selaras dengan semangat reformasi hukum dan pemberantasan korupsi, sekaligus menjaga kepastian hukum bagi masyarakat.
Miskinkan Koruptor
Hardjuno Wiwoho sendiri menyebut, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset harus dibingkai sebagai langkah awal dalam strategi nasional memiskinkan koruptor.
Dia mengatakan, substansi RUU Perampasan Aset tidak boleh berhenti pada prosedur teknis penyitaan aset yang terbukti hasil korupsi, tetapi juga memberlakukan sistem illicit enrichment terhadap kekayaan tak wajar.
“Ini bukan soal harta bukti kejahatan semata, melainkan gaya hidup pejabat yang tidak bisa dijelaskan asal muasalnya. RUU ini harus disertai keberanian moral untuk memiskinkan koruptor secara sistemik,” ujar Hardjuno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Maka dari itu, ia menegaskan RUU Perampasan Aset hanya boleh digunakan untuk tindak pidana kelas berat, seperti mega-korupsi dan kejahatan terorganisir, dengan ambang batas kerugian negara minimal Rp1 triliun.
Di luar itu, im buhnya, negara perlu membuat mekanisme pemiskinan koruptor berbasis pembuktian terbalik, di mana siapa pun yang tak bisa menjelaskan asal harta kekayaannya, wajib disita melalui proses hukum.
Dengan demikian, dirinya mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa mengesahkan RUU Perampasan Aset secepatnya tanpa harus menunggu rakyat marah. Menurutnya, kondisi sosial dan psikologis masyarakat sudah sangat jenuh serta frustrasi dengan lemahnya penegakan hukum terhadap koruptor.
Ia mengingatkan, ketidakpekaan legislator bisa memantik gejolak sosial. Bahkan bisa berubah menjadi krisis sosial yang lebih dalam jika negara terus menunjukkan ketidakseriusan dalam menangani akar masalah.
“Lihat apa yang terjadi di Nepal, Sri Lanka, bahkan Chile. Kemarahan publik terhadap elite yang tidak berubah bisa meledak sewaktu-waktu,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan mengatakan bahwa usul inisiatif untuk menggulirkan RUU Perampasan Aset akan segera dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI yang akan datang.
Dia mengatakan, sejauh ini RUU tersebut masih bersifat usulan untuk masuk ke prioritas, dan penetapan RUU tersebut sebagai usulan bakal dilakukan, Rabu (17/9). "Bukan keputusan, baru diajukan," kata Bob di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (10/9).
Dia mengatakan bahwa usulan RUU Perampasan Aset belum sampai pada tingkat Keputusan. Ini karena Baleg DPR RI juga akan sekaligus menyusun daftar RUU untuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2026.
Tinggalkan Komentar
Komentar