Periskop.id - Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menilai, penjarahan rumah Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya hingga Sri Mulyani, menjadi simbol hilangnya kepercayaan publik terhadap pejabat dan figur publik. Ia menyebut peristiwa itu sebagai alarm keras, negara terlambat menghadirkan instrumen hukum untuk menjawab keresahan masyarakat.

“Ini bukan sekadar kriminalitas, tapi tanda publik sudah putus asa. Mereka tidak percaya lagi bahwa hukum bisa menelusuri dan menyita aset yang diduga bermasalah. Akhirnya masyarakat melampiaskan dengan cara sendiri, lewat penjarahan,” kata Hardjuno, Minggu (31/8).

Menurut dia, meski sudah banyak pejabat yang ditangkap karena korupsi, hal itu tidak pernah membuat jera kalangan elite politik maupun konglomerat hitam. “Buktinya, di saat rakyat kesusahan, anggota DPR tidak bisa menunjukkan empati. Dalam bahasa Jawa, roso. Rasa untuk ikut merasakan penderitaan rakyat itu hilang,” ujarnya.

Hardjuno menegaskan, RUU Perampasan Aset dapat menjadi solusi untuk mengembalikan “roso” tersebut. Dengan undang-undang ini, pelaku korupsi akan dimiskinkan melalui perampasan aset, sehingga menimbulkan rasa bersalah yang nyata. 

“Kalau pelaku dimiskinkan, muncul roso. Yang belum melakukan atau baru berniat akan berpikir seribu kali karena ada efek jera. Itulah cara mengembalikan amanah agar elite, termasuk DPR, benar-benar bekerja untuk rakyat,” tuturnya. 

Seperti diketahui, rumah Sahroni di Tanjung Priok, Jakarta Utara, dijarah massa. Sejumlah barang dilaporkan hilang, termasuk koleksi pribadi dan perabot rumah tangga. Peristiwa serupa juga menimpa kediaman Eko Patrio di Jakarta Selatan dan rumah Uya Kuya di Jakarta Timur. Massa merangsek masuk dan membawa kabur barang-barang di dalam rumah. Setelah itu, rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jalan Mandar, Bintaro Sektor 3A, Tangerang Selatan, Provinsi Banten, dijarah orang-orang tak dikenal, Minggu dini hari.

Hardjuno menilai, kasus ini harus dibaca sebagai pesan politik sekaligus moral. Menurutnya, ketidakadilan ekonomi dan ketiadaan transparansi pejabat dapat dengan cepat memicu kerusuhan sosial.

“RUU Perampasan Aset bukan lagi opsi, tapi kebutuhan mendesak. Tanpa itu, negara hanya akan dianggap absen dan arogan. Dengan itu, negara hadir menegakkan keadilan secara beradab, sekaligus mengembalikan roso di hati para pemimpin,” tegas Hardjuno.

Lebih Efektif

Senada, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pemerintah agar segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset untuk dapat disahkan. Dengan begitu, pemberantasan korupsi menjadi efektif untuk kesejahteraan masyarakat.

Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut, RUU Perampasan Aset dapat membuat upaya pemberantasan korupsi menjadi lebih efektif. Terutama dalam mendukung pemerintah memulihkan aset yang telah dikorupsi demi menyejahterakan masyarakat Indonesia.

"Menurut saya sangat penting, RUU Perampasan Aset itu adalah langkah revolusioner dalam rangka salah satunya upaya pemberantasan korupsi, meskipun di dalamnya itu bukan hanya soal korupsi saja, tapi terhadap semua tindak pidana. Ini jadi merupakan hal yang di atensi," kata Setyo di Tangerang, Kamis.

Ia menyebut, RUU Perampasan Aset punya kepentingan terhadap pemberantasan korupsi yang efektif. "Soal beberapa idealisme terhadap undang-undang itu nantinya akan berpengaruh terhadap pemberantasan korupsi, seperti misalkan bisa meningkatkan indeks persepsi korupsi," imbuhnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Martin Manurung menjelaskan, saat ini DPR RI masih menunggu formulasi dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Karena itulah, hingga saat ini RUU tersebut belum masuk dalam agenda pembahasan dalam waktu dekat.

"Waktu kita rapat koordinasi, itu juga sudah kita singgung. Itu memang lagi kita tunggu formulasinya," kata Martin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/8).

Tak hanya itu, status pengusul RUU Perampasan Aset juga masih belum ditentukan, apakah akan berasal dari DPR atau pemerintah. Kendati begitu, Martin memastikan, pembahasan RUU tersebut tetap akan dilakukan.