JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memastikan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex telah masuk kriteria untuk dapat dilakukan penghapusan saham dari bursa atau delisting. Saat ini BEI masih menantikan penyelesaian proses likuidasi yang tengah dilakukan oleh pihak kurator yang bertanggung jawab terhadap Sritex.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (8/7) mengatakan, proses delisting Sritex akan mengikuti skema hukum yang berlaku dan berjalan, sesuai dengan prioritas penanganan dari pihak yang berwenang.
"Sritex prosesnya sudah ada di penyelesaian. Jadi kita tunggu proses penyelesaian itu selesai. Secara legal kan ada prioritas pada saat prioritas penyelesaian, jadi mengikuti proses penyelesaian tersebut," ujar Nyoman.
Terkait batas waktu atau tenggat penyelesaian, Nyoman mengatakan perihal itu berada di ranah kurator. "Deadline tergantung dari pihak kurator tentunya yang akan melakukan likuidasi terhadap prosesnya," serunya.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, Sritex telah masuk kriteria untuk dapat dilakukan delisting seiring telah disuspensi oleh BEI sejak 2021.
"Sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bursa Nomor I-N, bahwasannya ini (SRIL) sudah masuk dalam kriteria bisa di-delisting karena telah dilakukan suspensi lebih dari 24 bulan," kata Inarno.
Inarno mengingatkan SRIL telah disuspensi oleh BEI sejak 18 Mei 2021 karena terdapat penundaan pembayaran pokok dan bunga Medium Term Notes (MTN) Sritex tahap III Tahun 2018. Menurutnya, OJK telah menetapkan pengecualian penyampaian laporan berkala bagi SRIL seperti laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan tengah tahunan.
Meski begitu, SRIL tetap wajib menyampaikan keterbukaan informasi dan laporan-laporan lainnya. Terkait kemungkinan perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup atau go private, Inarno mengatakan, langkah tersebut telah diatur di dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 45 Tahun 2024.
Sritex telah dinyatakan pailit pada bulan Oktober 2024 dan resmi menghentikan operasional usahanya per 1 Maret 2025. Kurator kepailitan Sritex mencatat tagihan utang dari para kreditur perusahaan tekstil tersebut dengan jumlah mencapai Rp29,8 triliun.
Belum lama ini, yaitu pada 20 Mei 2025, Kejaksaan Agung menangkap mantan Direktur Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto terkait kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank kepada Sritex.