periskop.id - Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Jumat (31/10) di Jakarta. Melansir Antara, rupiah menguat sebesar 15 poin atau 0,09 persen menjadi Rp16.620 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.635 per dolar AS.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menjelaskan bahwa penurunan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) akan memicu dampak dua fase terhadap nilai tukar rupiah. Menurutnya, rupiah akan mengalami pelemahan terbatas dalam jangka pendek sebelum berpotensi menguat secara bertahap.
"Kami mencatat rupiah sempat melemah ringan pada sesi pagi setelah pengumuman, sejalan dengan penguatan dolar global, sebelum stabil ketika pasar menimbang manfaat penghentian runoff terhadap likuiditas USD," kata Josua kepada Periskop.
Pernyataan ini merespons keputusan The Fed yang kembali memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) ke level 3,75%–4,00%. Langkah ini menandai pelonggaran kebijakan moneter pertama sejak pertengahan tahun, yang didorong oleh melambatnya inflasi dan meningkatnya risiko ketenagakerjaan di Amerika Serikat.
Josua menilai, dalam jangka sangat pendek, penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS (UST) pasca-rapat memang mendorong pelemahan terbatas rupiah. Volatilitas diperkirakan meningkat, terutama menjelang rilis data tenaga kerja AS.
Namun, ia memproyeksikan rupiah berpotensi menguat secara bertahap ketika pasar mulai menilai tekanan terhadap dolar AS mereda dan peluang pelonggaran moneter pada 2026 masih terbuka. Penguatan ini, lanjutnya, didukung oleh diferensial suku bunga riil Indonesia yang tetap positif serta cadangan devisa yang dinilai memadai.
"Kami memperkirakan nilai tukar rupiah akhir tahun 2025 di kisaran 16.386 per dolar, mencerminkan normalisasi bertahap dan terkendalinya tekanan eksternal sepanjang 2025," jelas dia.
 
                                                     
                                                            
Tinggalkan Komentar
Komentar