periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menampilkan uang Rp300 miliar terkait dugaan investasi fiktif di PT Taspen pada 2019.
Uang yang ditampilkan tersebut hanya kurang dari setengah total kerugian negara dalam tindak pidana korupsi dugaan investasi fiktif ini. Uang yang ditampilkan adalah pecahan Rp100.000.
“Rp300.000.000 dari total Rp883.038.394.268,” tulis jumlah uang yang ditampilkan di Ruang Konferensi Pers, Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/11).
Uang tersebut ditumpuk tinggi dengan 9 baris di bagian belakang. Selain itu, ada uang yang ditumpuk 3 baris di bagian depan.
Uang tersebut ditampilkan sebagai bentuk serah terima barang rampasan negara dari KPK ke PT. Taspen (Persero). Penyerahan ini menjadi wujud komitmen berkelanjutan dalam upaya pemulihan aset (asset recovery) hasil tindak pidana korupsi.
Penyerahan secara simbolis akan dilakukan oleh Plt. Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu dan diterima langsung oleh Direktur Utama PT. Taspen (Persero) Rony Hanityo Aprianto.
Sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius Kosasih dituntut pidana selama 10 tahun penjara terkait kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen pada tahun 2019.
Dikutip Antara, Jaksa penuntut umum (JPU) KPK Gilang Gemilang meyakini Kosasih terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
"Tuntutan pidana penjara tersebut dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan," kata Gilang, saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/9).
Selain pidana penjara, Kosasih yang juga diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai Direktur Investasi PT Taspen 2019 juga dituntut agar dikenakan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Selain Kosasih, dalam persidangan yang sama turut dibacakan tuntutan bagi Direktur Utama PT IIM periode 2016-2024 Ekiawan Heri Primaryanto yang diyakini melakukan korupsi bersama-sama dengan Kosasih.
Dengan demikian, Ekiawan dituntut pidana penjara selama 9 tahun dan 4 bulan, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti senilai 253.664 dolar AS subsider 2 tahun penjara.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa dituntut agar dijatuhkan pidana sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Secara perinci, kasus tersebut memperkaya Kosasih senilai Rp28,45 miliar, 127.037 dolar Amerika Serikat (AS), 283 ribu dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 20 pound Inggris, 128 yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,26 juta won Korea, serta memperkaya Ekiawan sebesar 242.390 dolar AS.
Selain keduanya, perbuatan melawan hukum tersebut turut memperkaya Patar Sitanggang sebesar Rp200 juta, PT Insight Investment Management (IIM) Rp44,21 miliar, serta PT Pacific Sekuritas Indonesia Rp108 juta.
Beberapa pihak lain yang diperkaya dalam kasus itu, yakni PT KB Valbury Sekuritas Indonesia senilai Rp2,46 miliar, Sinar Emas Sekuritas Rp44 juta, dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (TPSF) Rp150 miliar.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tinggalkan Komentar
Komentar