Search

Logo Light

Keluar dari Periskop?

Sign Out Cancel

Rekam Jejak Andrew Hidayat Di Balik IPO COIN, Hardjuno: Jangan Korbankan Kredibilitas

JAKARTA – Di tengah sorotan luas atas pencatatan perdana PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang akan berlangsung, Rabu (9/7) besok, pengamat hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho mengingatkan arti penting menjaga integritas, governance. Termasuk kepercayaan publik dalam momentum bersejarah ini.

“IPO COIN memang mencatatkan diri sebagai tonggak baru di pasar modal nasional. Tapi justru karena statusnya sebagai pionir, integritasnya harus tanpa cela. Jangan sampai pencapaian ini menciptakan preseden yang keliru,” tegas Hardjuno dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Selasa (8/7).

Sebagai informasi, COIN adalah perusahaan induk dari dua entitas penting dalam industri kripto Indonesia—bursa kripto CFX dan kustodian aset digital ICC—yang disebut-sebut sebagai yang pertama dan satu-satunya di Indonesia saat ini.

COIN merupakan perusahaan holding yang menaungi dua anak usahanya, yaitu PT Central Finansial X (CFX) selaku bursa aset kripto pertama dan satu-satunya di Indonesia. Kemudian, PT Kustodian Koin Indonesia (Indonesia Coin Custodian/ICC) selaku lembaga penyimpanan aset kripto. IPO COIN sendiri telah mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga lebih dari 70 kali dengan lebih dari 100 ribu calon investor ikut serta.

Meski begitu, publik juga tengah menyoroti profil salah satu pihak yang diduga memiliki pengaruh signifikan dalam COIN, yakni Andrew Hidayat. Namanya disebut dalam prospektus IPO sebagai bagian dari pemilik manfaat utama (Ultimate Beneficial Owner/UBO) bersama beberapa tokoh lainnya. Andrew sendiri diketahui pernah divonis dua tahun penjara oleh pengadilan tindak pidana korupsi pada tahun 2015, dalam kasus suap perizinan tambang batu bara yang juga menyeret anggota DPR saat itu.

Tak hanya itu, Andrew juga diduga terlibat dalam kontroversi penetapan pemenang tender atas aset sitaan negara dalam perkara Jiwasraya, yakni tambang milik PT GBU yang dibeli oleh PT Indobara Utama Mandiri (IUM). Perusahaan ini disebut-sebut sebagai milik Andrew, meskipun hal tersebut belum diklarifikasi secara terbuka oleh pihak yang bersangkutan.

Namun demikian, dalam pernyataan resmi yang disampaikan kepada media, pihak COIN menyatakan, Andrew Hidayat bukanlah pemilik manfaat akhir (UBO) dari perusahaan.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, I Gede Nyoman Yetna juga sempat menjelaskan, COIN sudah menegaskan Andrew Hidayat bukan merupakan pemilik manfaat akhir dari (IUM). Andrew, kata Yetna, juga mengaku tidak memiliki hubungan afiliasi dengan IUM pada saat IUM mengikuti proses lelang barang rampasan negara tersebut.

“Hal itu disampaikan COIN pada prospektus penawaran umum pada halaman 91 yang diterbitkan tanggal 1 Juli 2025 dan juga melalui Surat Pernyataan tanggal 13 November 2024 dari Andrew Hidayat,” kata Nyoman kepada wartawan, Rabu (2/7).

Klarifikasi ini menjadi bagian penting dalam menjawab kekhawatiran publik, meskipun Hardjuno menilai, status formal kepemilikan tidak boleh mengaburkan kebutuhan akan integritas personal dan rekam jejak dalam proses IPO.

“Kita tidak sedang membahas legalitas formal semata, tetapi juga etika dan kepercayaan publik. Pasar modal adalah institusi kepercayaan, dan calon emiten harus bersih tidak hanya dari sisi laporan keuangan, tapi juga dari aspek governance,” ujarnya.

Ia menambahkan, regulasi seperti Peraturan BAPPEBTI No. 8 Tahun 2021 memang tidak menyebut secara eksplisit pelarangan bagi individu dengan catatan pidana ekonomi untuk mendirikan perusahaan kripto. Namun, semangat regulasi tersebut jelas mendorong transparansi, perlindungan investor, dan tata kelola yang sehat.

“Ini soal membangun ekosistem jangka panjang. Jika saat ini kita membiarkan pihak-pihak dengan latar belakang yang diduga bermasalah masuk ke dalam sistem, bagaimana kita bisa membangun kepercayaan terhadap pasar aset digital Indonesia?” ujarnya.

Hardjuno juga merujuk pada sejumlah kasus internasional yang menjadi pelajaran pahit bagi pasar modal dunia. Ia menyinggung kasus BitMEX di Amerika Serikat, di mana para pendirinya harus menjalani hukuman pidana karena pelanggaran anti pencucian uang. Ia juga menyebut kasus Thodex di Turki, di mana pendirinya kabur bersama miliaran dolar dana investor sebelum akhirnya dijatuhi vonis lebih dari 11 ribu tahun penjara.

“Kita tidak ingin Indonesia masuk ke dalam daftar negara yang gagal mengawasi dengan benar pionir industri kriptonya. Keberhasilan IPO COIN harus dibarengi dengan komitmen clean and clear dari seluruh pihak yang terlibat di dalamnya,” tegasnya.

Karena itu, Hardjuno pun mendesak agar otoritas pasar—baik OJK, BEI, maupun otoritas kripto—tidak terjebak pada euforia jangka pendek, melainkan tetap memegang teguh tanggung jawab institusional menjaga kredibilitas pasar modal Indonesia.

“Kita boleh bangga punya pionir IPO kripto, tapi jangan tutup mata terhadap hal-hal yang diduga berpotensi merusak kepercayaan publik. Karena sekali saja kredibilitas pasar goyah, maka akan butuh waktu panjang untuk memulihkannya,” pungkasnya.

Respon Positif
Sebelumnya, Aksi penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) yang berlangsung sejak hari Rabu, 2 Juli 2025, mencatatkan kelebihan permintaan atau oversubscribed lebih dari 70 kali dengan total pemesanan lebih dari 100 ribu calon investor.

“IPO COIN berpotensi untuk mendapatkan respons positif dari pasar saham karena merupakan pionir bursa kripto yang melantai di pasar modal Indonesia,” kata Chief Investment Officer Coinwise Andry Hakim dalam keterangannya di Jakarta, Senin (7/7).

Ia menuturkan, kehadiran COIN menjadi babak baru bagi pasar modal Indonesia. “Dimana investor memiliki pilihan berinvestasi pada perusahaan yang bergerak di industri aset kripto dan mendapatkan eksposur ke industri aset kripto melalui kepemilikan saham,” lanjut AndryIPO COIN ditawarkan sebesar Rp100 per saham dengan total saham yang dilepas sebanyak 2,2 miliar lembar saham. Perseroan sudah resmi mengantongi pernyataan efektif dari OJK untuk melaksanakan IPO. COIN juga mendapatkan respons positif dari para calon investor dan masyarakat pada masa penawaran awal IPO COIN yang telah digelar pada 23-25 Juni 2025.

Tercatat, COIN pada akhir Desember 2024 berhasil membukukan kenaikan pendapatan signifikan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) dengan mencatat net profit margin sebesar 42,32 % dari total pendapatan.

HSekadar informasi, hingga 3 Juli 2025, tercatat sebanyak 31 pedagang aset kripto yang terdaftar sebagai anggota bursa CFX dan 20 di antaranya sudah memiliki izin sebagai Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD) dari OJK.

Berdasarkan data OJK, total nilai transaksi aset kripto nasional pada April 2025 mencapai sebesar Rp35,61 triliun, atau naik dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp32,45 triliun. Kenaikan total nilai transaksi tersebut sejalan dengan penambahan jumlah konsumen aset kripto yang tercatat sebanyak 14,16 juta, atau naik dari bulan sebelumnya yang sebanyak 13,71 juta.

Direktur Utama COIN Ade Wahyu menjelaskan, COIN menargetkan dana hingga Rp231,62 miliar dengan melepas sebanyak 2,2 miliar lembar saham atau setara 15% dari total saham yang dicatatkan. Harga penawaran berada di kisaran Rp100 hingga Rp105 per saham, dengan PT Ciptadana Sekuritas Asia bertindak sebagai penjamin emisi efek.

“IPO COIN adalah sesuatu yang membanggakan dan akan menjadi sejarah bagi industri aset kripto di Indonesia. Sebagai perusahaan holding bursa aset kripto pertama yang melantai di pasar modal Indonesia, kami yakin IPO COIN dapat mendukung pertumbuhan iklim investasi dan perekonomian Indonesia,” kata Ade.

 

Ikuti Periskop Di
Reporter : Joko Priyono
Penulis : Tiamo Braudmen
Editor : Eka Budiman
faisal_rachman
faisal_rachman
Penulis
No biography available.