periskop.id - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan perlunya aturan yang lebih tegas dan transparan terkait sistem bagi hasil antara perusahaan aplikator sebagai penyedia aplikasi layanan dan pekerja platform yang memperoleh penghasilan dengan mengambil pesanan melalui aplikasi tersebut.

Hal ini lantaran masih banyaknya keluhan soal ketidakjelasan tarif dan beban operasional yang sepenuhnya ditanggung pengemudi. Sesuai Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres), Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor mengatakan pekerja platform juga dijamin kebebasan berserikat dan berorganisasi, serta diberikan ruang dialog melalui forum komunikasi antara serikat pekerja dan perusahaan.

"Salah satu aspek penting yang menjadi fokus kita hari ini adalah sistem bagi hasil dan transparansi tarif," ujar Afriansyah Noor dalam keterangannya, Selasa (25/11).

Ia menyebut ketentuan tarif ojek online hingga kini masih mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 beserta perubahannya, yakni pengaturan biaya jasa di tiga zona, serta ketentuan biaya tak langsung berupa sewa aplikasi maksimal 20%.Sementara itu, jaminan sosial bagi pekerja platform belum bersifat wajib, dan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) serta JKM (Jaminan Kematian) masih dibayarkan mandiri secara sukarela.Kondisi ini berimplikasi pada rendahnya tingkat kepesertaan, yang pada Mei 2025 baru mencapai sekitar 320 ribu pekerja.

"Di sisi lain, biaya operasional seperti bahan bakar, perawatan kendaraan, cicilan motor, hingga pulsa masih sepenuhnya ditanggung oleh pekerja. Pendapatan pun sangat bergantung pada insentif yang dapat berubah sewaktu-waktu," jelasnya.

Gambaran tersebut, kata Afriansyah, menunjukkan pentingnya kehadiran regulasi yang lebih komprehensif, seimbang, dan berorientasi pada keberlanjutan ekosistem transportasi online.

"Tujuan kita bukan hanya memberikan pelindungan bagi pekerja platform, tetapi juga memastikan keberlangsungan usaha bagi perusahaan aplikator, serta memberikan kepastian tarif bagi masyarakat sebagai pengguna layanan," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi V DPR Adian Napitupulu meminta perusahaan aplikator bersikap jujur dan transparan dalam sistem bagi hasil.

"Persoalan bagi hasil tak akan pernah selesai kalau tak ada keterbukaan. Negara harus tahu, tak boleh persentase hanya diketahui aplikator saja," tutupnya.