periskop.id - Pernahkah kamu mendengar bisik-bisik tetangga yang takut bersalaman dengan seseorang hanya karena orang tersebut kurus kering dan dicurigai sakit? Atau mungkin, kamu sendiri masih ragu untuk berenang di kolam umum karena takut tertular penyakit menular seksual?

Ketakutan itu wajar karena naluri manusia memang ingin melindungi diri. Namun, dalam kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV), ketakutan sering kali lahir dari informasi yang simpang siur. Akibatnya, muncul stigma negatif yang justru lebih mematikan daripada virusnya itu sendiri. Banyak orang dengan HIV (ODHIV) yang dijauhi bukan karena mereka berbahaya, tetapi karena kita yang kurang membaca.

Supaya kita bisa melindungi diri dengan cerdas tanpa mendiskriminasi orang lain, yuk, kita bedah lima mitos HIV paling populer dengan fakta medis terkini!

1. Mitos: "Awas, Digigit Nyamuk Bekas ODHIV Bisa Tertular!"

Ini adalah mitos klasik yang kerap memicu kepanikan, terutama di wilayah tropis. Sekilas, logikanya terdengar masuk akal, nyamuk menghisap darah orang A, lalu menggigit orang B. Namun, asumsi ini tidak didukung oleh fakta medis.

Faktanya, HIV tidak dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk. 

Secara biologis, saat nyamuk menggigit, ia tidak menyuntikkan darah dari orang sebelumnya ke tubuh manusia karena yang dilepaskan hanyalah air liurnya sendiri, berfungsi sebagai antikoagulan agar darah mudah dihisap.

Dari sisi daya tahan virus, HIV merupakan virus yang sangat rapuh di luar tubuh manusia. Virus ini tidak mampu bertahan hidup maupun berkembang biak di dalam tubuh serangga. Begitu masuk ke sistem pencernaan nyamuk, HIV akan rusak dan mati.

Oleh karena itu, berbagi ruang dengan ODHIV tidak akan membuatmu berisiko tertular, termasuk melalui perantara nyamuk. Lembaga kesehatan dunia seperti Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menegaskan bahwa tidak ada bukti penularan HIV melalui serangga, bahkan di daerah dengan angka kasus HIV yang tinggi.

Jika melalui nyamuk saja HIV tidak bisa menular, lalu bagaimana dengan kontak sehari-hari antarmanusia?

2. Mitos: "Jangan Pinjam Sendok atau Pelukan, Nanti Menular!"

Banyak orang enggan makan satu meja atau menggunakan toilet yang sama dengan ODHIV. Padahal, virus HIV tidak semudah itu berpindah tempat.

Faktanya, HIV adalah virus yang sangat rapuh. Ia tidak dapat bertahan lama di udara terbuka. HIV tidak menular melalui:

  • Air liur, air mata, atau keringat.
  • Sentuhan kulit (bersalaman atau berpelukan).
  • Berbagi alat makan, toilet, atau kolam renang.

World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa HIV tidak menular melalui kontak sehari-hari, termasuk berciuman, berpelukan, atau berbagi makanan. Artinya, bersikap ramah dan berinteraksi normal dengan ODHIV tidak akan membuat siapa pun tertular.

Interaksi sosial terbukti aman. Namun, pertanyaan berikutnya, bisakah kita mengenali pengidap HIV hanya dengan melihat penampilan mereka?

3. Mitos: "Orang HIV Pasti Terlihat Kurus, Sakit, dan Lemah"

Kita sering menilai kondisi kesehatan seseorang hanya dari penampilan fisiknya. “Badannya segar, berotot, dan aktif pasti sehat,” begitu asumsi yang kerap muncul. Sayangnya, cara berpikir seperti ini justru menyesatkan dan berisiko.

Faktanya, status HIV tidak bisa diketahui dari tampilan luar. Seseorang dapat hidup dengan HIV selama bertahun-tahun tanpa menunjukkan gejala apa pun. Pada fase ini. dikenal sebagai fase tanpa gejala, orang dengan HIV tetap bisa terlihat bugar, bekerja seperti biasa, dan menjalani aktivitas sehari-hari secara normal.

Oleh karena itu, satu-satunya cara yang valid untuk mengetahui status HIV adalah melalui tes, umumnya tes darah. Mengandalkan penilaian visual bukan hanya keliru, tetapi juga dapat membuat kita lengah terhadap risiko penularan yang sebenarnya.

Jika hasil tes menunjukkan seseorang positif HIV, apakah itu berarti hidupnya sudah berakhir?

4. Mitos: "Vonis HIV Adalah Hukuman Mati"

Anggapan ini memang sempat mengemuka pada era 1980–1990-an, ketika pilihan pengobatan masih sangat terbatas dan HIV sering berujung fatal. Namun, perkembangan dunia medis sejak itu telah mengubah segalanya.

Faktanya, HIV kini diklasifikasikan sebagai penyakit kronis yang dapat dikelola, serupa dengan diabetes atau hipertensi. Dengan mengonsumsi obat Antiretroviral (ARV) secara rutin dan disiplin, jumlah virus dalam tubuh dapat ditekan hingga mencapai tingkat tidak terdeteksi.

Dalam ilmu kedokteran, dikenal konsep U=U (Undetectable = Untransmittable). Artinya, ketika seseorang dengan HIV menjalani pengobatan secara konsisten hingga viral load-nya tidak terdeteksi, virus tersebut tidak dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Dengan pengobatan yang tepat dan akses layanan kesehatan yang baik, harapan hidup orang dengan HIV dapat setara dengan orang tanpa HIV.

Program Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) menegaskan bahwa kampanye U=U didasarkan pada bukti ilmiah yang kuat: pengobatan HIV yang efektif tidak hanya menjaga kesehatan pengidapnya, tetapi juga mencegah penularan seksual.

Kalau harapan hidupnya panjang, apakah mereka boleh berkeluarga?

5. Mitos: "ODHIV Tidak Bisa Punya Anak yang Sehat"

Mitos ini kerap mematahkan semangat pasangan dengan HIV untuk memiliki keturunan. Padahal faktanya, ibu dengan HIV positif tetap bisa melahirkan bayi yang negatif HIV.

Kuncinya adalah program Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA/PMTCT). Dengan menjalani terapi Antiretroviral (ARV) secara rutin selama kehamilan hingga viral load tidak terdeteksi, risiko penularan HIV ke bayi dapat ditekan hingga di bawah 1%, mendekati nol.

Selain itu, dokter akan memantau kehamilan dan persalinan menggunakan protokol khusus, termasuk langkah-langkah pengobatan untuk bayi baru lahir, guna memastikan bayi lahir sehat dan bebas HIV.

Data UNICEF menunjukkan bahwa program PPIA berhasil dalam menghasilkan generasi baru yang bebas HIV meski orang tua positif. Dengan dukungan pengobatan dan layanan kesehatan yang tepat, pasangan dengan HIV pun dapat mewujudkan impian memiliki anak sehat.

Setelah membaca fakta di atas, kita tahu bahwa HIV tidak menular semudah yang dibayangkan dan bukan lagi akhir dari segalanya. Musuh kita bukanlah ODHIV, melainkan ketidaktahuan kita sendiri.