Periskop.id – Menteri Keuangan menyentil PT Pertamina (Persero) yang tak kunjung membangun kilang. Padahal janji untuk Pembangunan kilang untuk menekan harga dan mengurangi subsidi energi sudah lebih dari lima tahun lalu dilontarkan.
“Subsidi energi naik dari tahun ke tahun. Utamanya BBM kan. Kita banyak impor sampai piluhan miliar dolar pertahun dan sudah berlangsung sudah pulhan tahun. Nah, kita pernah bangun kilang baru gak? Gak pernah. Jadi bapak/ibu kalau ketemu Danantara lagi, minta Oertamina bangun kilang baru,” kata Purbaya kepada sejumlah Anggota Komisi XI DPR RI yanghadir dalam rapat kerja Menteri Keuangan-Komisi XI di gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (30/9).
Ia bercerita, saat masih bekerja di Kemenko Marinves sekitar tahun 2018, Pertamina sudah berjanji akan membangun kilang. “Dulu pertamina bilangnya, kami akan bangun 7 kilang baru dalam lima tahun. Sampai sekarang kan gak ada kilangnya. Makanya bapak/ibu tolong ikut kontrol mereka juga. Dari saya kontrol, dari Bapak/ibu kontrol. Karena kita rugi besar, kita impor dari Singapura untuk produk-produk minyak,” tuturnya.
Karena kondisi ini, Purbaya pun mengaku akan lebih jauh memantau sampai ke proyek-proyek yang dijalankan. “Kalau gitu, sekarang saya bukan hanya jadi juru bayar saja, saya juga akan ikut masuk ke proyek-proyek yang diusulkan. Kalau gak, saya akan potong uangnya, Pak. Saya kan pengawas, saya bisa ganti dirutnya,” tegas Purbaya.
Soal kilang kata purbaya, bukan soal Indoensia tak bisa bikin atau membangunnya. “Cuma pertamina nya aja malas-malasan,” cetusnya.
Ia mengaku sudah pernah kasih tawaran ke Pertamina, jika memang tak sanggup untuk membuat kilang baru, ada investor dari China yang mau bangun kilang. Pertamina tinggal membeli produk dari kilang tersebut selama 30 tahun, setelah 30 tahun Pertamina akan mendapatkan kilangnya secara gratis. Namun, kala itu Pertamina menolak usulan tersebut dengan alasan sudah mengalami over capacity.
“Over capacity apa? Sudah berencana bangun tujuh kilang baru, satu pun gak jadi kan? Mereka bilang akan jadi, tapi sampai sekarang gak ada yang jadi, kan? Justru yang ada malah dibakar kan? Jadi saya mohon dari perlemen juga mengntrol pertamina, jadi kita kerjasama,” ajak Purbaya ke anggota Parlemen.
Purbaya yakin, dengan Kerjasama yang baik, pertamina bisa lebih baik dan subsidi lama kelamaan bisa dikurangi dengan harga produk yang lebih murah. “Tujuan kita sama sebenarnya, yakni mengurangi subsididan membuat subsidi yang ada murah dan tepat sasaran,” serunya.
Jaga Pasokan
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mengaku tengah mengoptimalkan produksi bahan bakar minyak (BBM) pada enam kilang Pertamina yang tersebar di Indonesia, dari Kilang II Dumai (Sumatera), hingga Kilang VII Kasim (Papua), untuk menjaga pasokan BBM dalam negeri.
“Wujud komitmen atas ketahanan energi, Pertamina terus meningkatkan kapasitas produksi kilang nasional, agar pasokan BBM dan LPG aman,” ujar Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso seperti dilansir Antara, Kamis (25/9).
Fadjar mengungkapkan, saat ini enam kilang yang dikelola Subholding Refinery & Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional telah memenuhi 70% kebutuhan BBM dari produksi dalam negeri. Bahkan, lanjut dia, Pertamina telah mampu menyediakan 100% pasokan Avtur sebagai bahan bakar pesawat terbang, dan solar (diesel) dari produksi kilang dalam negeri.
Saat ini, kapasitas produksi enam kilang existing mencapai 1.05 juta barel per hari. Diharapkan, produksi akan meningkat signifikan menjadi 1,4 juta barel per hari sejalan dengan penyelesaian Refinery Development Masterplan Program (RDMP) Balikpapan.
Untuk mendukung produksi kilang, tambah Fadjar, Pertamina juga terus menggenjot lifting migas. Hingga tahun 2024, Subholding Hulu Pertamina berhasil menembus produksi 1 juta barel setara minyak per hari, yang berkontribusi setara 69% produksi minyak nasional dan 37% produksi gas nasional.
Produksi migas tersebut menjadi bahan baku kilang Pertamina. “Pertamina menjadi perusahaan energi terintegrasi dari hulu migas, mengolah produksi hulu menjadi energi, hingga penyaluran energi ke konsumen. Langkah ini dilakukan melalui berbagai fasilitas dan moda transportasi, sehingga energi dapat tiba di ‘pintu depan’ konsumen,” kata Fadjar.
Tinggalkan Komentar
Komentar