periskop.id - Hari-hari di tahun 2025 ini mungkin tidak terasa tapi realitasnya menjadi lebih singkat karena ternyata Bumi benar-benar berputar sedikit lebih cepat dari biasanya. Bagaimana bisa?

Sepanjang Juli hingga Agustus, beberapa hari tercatat lebih pendek dari 24 jam standar. Pada 22 Juli kemarin bahkan diperkirakan waktu satu hari bergerak lebih cepat sekitar 1,34 milidetik dari waktu normal menurut data dari timeanddate.com.

Mengutip Popsci, fenomena ini bukan yang pertama terjadi. Pada 10 Juli lalu, Bumi menyelesaikan satu putarannya 1,38 milidetik lebih cepat, menjadikannya hari terpendek tahun ini. Bahkan awal Agustus diprediksi akan diisi oleh beberapa hari yang semuanya kurang dari 24 jam. 

Namun, semua ini belum cukup memecahkan rekor hari terpendek yang pernah tercatat pada 5 Juli 2024, dengan durasi 1,66 milidetik lebih singkat dari biasanya.

Menurut ahli geofisika Duncan Agnew dari Scripps Institution of Oceanography, perubahan ini bukan sesuatu yang patut dikhawatirkan. Kita tidak akan bisa merasakannya secara langsung. Bumi memang tidak pernah memiliki panjang hari yang benar-benar tetap, karena banyak faktor alami ikut memengaruhi rotasinya.

Salah satu penyebab utama adalah gaya tarik bulan yang menciptakan gesekan pasang surut. Dalam jangka waktu jutaan tahun, gaya ini perlahan memperlambat rotasi Bumi. 

Bahkan di zaman dinosaurus sekitar 70 juta tahun lalu, satu hari di Bumi berlangsung 30 menit lebih singkat dibandingkan sekarang. Dalam skenario ekstrem miliaran tahun ke depan, gaya tarik bulan bisa membuat satu hari di Bumi setara dengan satu bulan.

Namun dalam dekade-dekade terakhir, faktor internal seperti pergerakan inti Bumi justru memberikan efek sebaliknya: mempercepat rotasi. Inti Bumi yang cair dan kaya besi itu berputar dengan gaya sendiri. Saat kecepatannya melambat, energi rotasi harus dikompensasi oleh bagian lain dari sistem tertutup Bumi, menyebabkan permukaan Bumi berputar lebih cepat.

Atmosfer juga berperan besar. Di musim panas, aliran jetstream melambat, dan karena hukum kekekalan momentum sudut, energi yang hilang itu berpindah ke permukaan Bumi. Inilah alasan mengapa secara musiman, panjang hari bisa bervariasi. Perubahan iklim dan pencairan es di kutub turut memperlambat rotasi, meski dampaknya masih dikalahkan oleh pengaruh inti Bumi.

Posisi bulan dalam orbitnya juga berpengaruh secara periodik. Ketika berada di atas ekuator, gaya tariknya maksimal. Tapi saat berada di titik utara atau selatan, tarikannya melemah, memberi sedikit dorongan akselerasi pada rotasi Bumi. Pola ini berlangsung dua kali dalam satu bulan dan ikut menyumbang variasi panjang hari.

Meski perubahan dalam hitungan milidetik terdengar sepele, akumulasinya bisa berdampak pada sistem navigasi global seperti GPS. Menurut Clark Wilson dari Universitas Texas Austin, selisih satu milidetik bisa menyebabkan kesalahan posisi hingga setengah meter, cukup signifikan untuk keperluan militer dan navigasi presisi.

Untuk mengukur dan memprediksi hal ini, lembaga seperti International Earth Rotation System (IERS) menggunakan data pasang surut, musim, dan cuaca global. Mereka juga memanfaatkan teleskop radio untuk membandingkan posisi Bumi dengan objek referensi astronomi yang sangat jauh dan nyaris tidak bergerak. Semua ini dilakukan demi menjaga akurasi teknologi yang bergantung pada rotasi Bumi.

Jadi, walau hari-hari terasa sedikit lebih singkat secara ilmiah, tak ada dampak nyata bagi kehidupan sehari-hari. Tapi mungkin ini alasan jelas untuk menikmati waktu-waktu santai kita, karena secara literal, waktu memang berjalan sedikit lebih cepat.