periskop.id - Fenomena childfree mencuat sebagai pilihan hidup yang mencerminkan perubahan pola pikir masyarakat urban terhadap hak-hak individu. 

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilai keputusan pasangan untuk tidak memiliki anak merupakan bagian dari dinamika sosial yang berkembang seiring meningkatnya kesadaran atas hak reproduksi dan perencanaan hidup. 

“Hak-hak individu ini termasuk hak atas kesehatan reproduksi dan perencanaan hidup,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP), Iin Mutmainnah dikutip dari Antara, Senin (4/8).

Menurut Iin, keputusan untuk menjalani hidup  childfree dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti ambisi karier, tekanan ekonomi, kesehatan mental, lingkungan sosial, serta persepsi tentang peran keluarga dan gaya pengasuhan. 

Meski tren ini terasa semakin nyata di Jakarta, Pemprov DKI belum melakukan survei khusus untuk memetakan data dan alasan pasangan yang memilih childfree

“Pilihan ini perlu dikaji lebih dalam, terutama terkait faktor ekonomi dan sosial yang mempengaruhinya,” kata Iin.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2022 menunjukkan bahwa ada sekitar 71 ribu perempuan Indonesia berusia subur (15–49 tahun) yang sudah menikah tetapi belum pernah melahirkan dan menyatakan tidak ingin memiliki anak. 

Angka ini menjadi indikator awal adanya pergeseran nilai dan prioritas hidup yang cukup signifikan, terutama di kalangan perempuan.

Secara demografis, perempuan yang memilih untuk childfree kebanyakan berasal dari kelompok berpendidikan tinggi atau menghadapi tekanan ekonomi. 

BPS mencatat bahwa dalam jangka pendek, pilihan hidup tersebut dapat mengurangi beban anggaran pemerintah karena subsidi pendidikan dan kesehatan untuk anak berkurang. 

Namun, BPS mengingatkan bahwa dalam jangka panjang, perempuan childfree yang memasuki usia lanjut berpotensi menjadi tanggungan negara jika tidak memiliki support system sosial yang memadai.

Dinas PPAPP memandang penting agar pasangan menikah tetap merencanakan pembangunan keluarga secara bijak dan bertanggung jawab. 

“Kami mendorong agar semua keputusan diambil secara sadar, berdasarkan informasi yang benar, dan dengan tanggung jawab sosial,” ujar Iin. Ia menekankan bahwa kualitas keluarga tetap menjadi fondasi utama pembangunan manusia di Indonesia.

Fenomena childfree juga terjadi di berbagai belahan dunia. Menurut data Pew Research Center (2021), sebanyak 44% warga Amerika Serikat berusia 18–49 tahun menyatakan tidak tertarik memiliki anak.

Sementara survei YouGov di Inggris menunjukkan bahwa 37% orang dewasa menganggap anak bukan bagian penting dari kehidupan mereka. 

Di Asia, Jepang mencatat angka kelahiran terendah sepanjang sejarah pada tahun 2022, sebagian karena meningkatnya pasangan yang memilih childfree atau menikah tanpa anak.

“Setiap pasangan harus memahami dengan baik terkait hak dan kesehatan reproduksi,” tegas Iin. 

Di tengah kompleksitas sosial dan ekonomi yang dihadapi masyarakat urban, pendekatan inklusif dalam memahami pilihan childfree dapat menjadi salah satu strategi kebijakan kependudukan yang relevan dengan zaman. Jika diperlukan, tren ini dapat menjadi bahan kajian yang lebih luas bagi pembangunan berkelanjutan dan reformasi sistem sosial.