periskop.id -Dalam upaya memperkuat perlindungan anak di ruang digital, Kementerian Komunikasi dan Digital menegaskan bahwa setiap penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang beroperasi di Indonesia wajib menyediakan fitur kontrol orang tua. 

Kebijakan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas), yang mengamanatkan adanya sistem pengamanan anak pada setiap platform digital.

Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media, Fifi Aleyda Yahya, menyampaikan bahwa fitur seperti klasifikasi usia dan kontrol orang tua bukan lagi opsi tambahan, melainkan alat utama dalam menciptakan ruang digital yang aman bagi anak-anak. 

“Kami mendorong platform digital untuk menyediakan fitur keamanan yang mudah digunakan, termasuk sistem klasifikasi usia dan kontrol orang tua. Ini bukan sekadar fitur tambahan, tapi instrumen utama perlindungan anak,” ujarnya dikutip dari Antara, Rabu (6/8).

PP Tunas mewajibkan setiap PSE menghadirkan sistem yang memudahkan orang tua untuk mendampingi dan memantau aktivitas anak di dunia digital. Dengan kehadiran fitur yang mudah digunakan, orang tua dapat membatasi akses konten agar sesuai dengan usia anak. 

“Fitur seperti parental control dan klasifikasi usia memberi orang tua kendali lebih besar, sekaligus menghadirkan ketenangan bahwa anak-anak menjelajahi ruang digital yang aman," kata Fifi.

Kementerian juga menggarisbawahi sejumlah ketentuan tambahan, termasuk kewajiban pengaturan privasi pada akun digital milik anak. PSE dilarang melakukan pelacakan lokasi dan profiling data anak untuk kepentingan komersial. Tujuannya tak lain untuk meminimalkan risiko paparan konten negatif dan eksploitasi data anak di platform daring.

Tantangan perlindungan anak makin mendesak seiring dengan tingginya penetrasi internet di kalangan anak Indonesia. Data UNICEF mencatat bahwa 89% anak Indonesia menggunakan internet rata-rata 5,4 jam per hari, dan hampir separuhnya terpapar konten seksual. 

Sepanjang akhir 2024 hingga pertengahan 2025, Kementerian telah menangani lebih dari 1,7 juta konten perjudian online dan hampir 500 ribu konten pornografi.