periskop.id - Pertarungan besar tengah berlangsung di dunia belanja daring (online). Jika sebelumnya apa saja bisa dibeli hanya dengan klik mouse, kini raksasa teknologi bersiap menghadirkan asisten kecerdasan buatan (Artificial INtellegence/AI) yang bisa melakukan semuanya.

Google, Amazon, dan OpenAI berlomba membekali layanan mereka dengan fitur belanja berbasis kecerdasan buatan, demi menguasai salah satu kegiatan utama di internet: belanja.

“Jika Anda bisa menjadi bagian penting dari aktivitas itu, maka Anda bisa memonetisasi perhatian tersebut dengan banyak cara,” ujar Jeremy Goldman, Senior Director of Marketing, Retail, dan Tech Briefings di eMarketer, dikutip dari CNN, Minggu (16/11).

Keberhasilan mereka dapat menentukan siapa yang unggul dan tersisih dalam era internet selanjutnya. Menurut Goldman, belanja adalah salah satu aktivitas paling umum di dunia maya. Dengan makin banyaknya konsumen yang menggunakan AI untuk berbelanja, pemain lama seperti Amazon dan Google berusaha mempertahankan posisi mereka dari pendatang baru seperti OpenAI dan Perplexity.

Sejak September, pengguna di Amerika Serikat bisa membeli produk Etsy langsung dari ChatGPT, membuat mereka bertahan lebih lama dalam aplikasi tersebut. OpenAI juga bekerja sama dengan Walmart pada Oktober. Sementara itu, browser Comet milik Perplexity memungkinkan pengguna mengatur agen AI untuk berbelanja di Amazon, hingga perusahaan e-commerce itu mengirim surat peringatan berhenti dan menghentikan (cease-and-desist).

Data dari Salesforce menyebutkan bahwa agen AI dan belanja online diperkirakan akan terlibat dalam transaksi global senilai US$73 miliar, atau 22% dari total pesanan, selama periode Selasa sebelum Thanksgiving hingga Cyber Monday. Tingginya angka ini mencakup berbagai skenario, mulai dari saran produk oleh ChatGPT, rekomendasi AI di situs retailer, hingga agen layanan pelanggan yang menawarkan produk tambahan. Salesforce juga mencatat lonjakan 119% kunjungan dari asisten AI pada paruh pertama 2025.

Seiring perkembangan ini, Google mengumumkan berbagai fitur belanja berbasis AI baru pada Kamis. Misalnya, agen AI Google dapat menanyakan stok barang di toko lokal, termasuk informasi promosi dan harga. Pengguna akan melihat fitur ‘Let Google Call’ di bawah beberapa hasil pencarian.

Google juga memungkinkan pengguna berbelanja langsung melalui aplikasi chatbot Gemini dan meluncurkan fitur yang dapat memesan barang atas nama pengguna ketika harga turun di bawah level tertentu. Google mengklaim menerima lebih dari satu miliar pencarian terkait belanja setiap hari.

Amazon pun tak ketinggalan. Perusahaan ini telah menempatkan banyak fitur bertenaga AI dalam aplikasinya, termasuk asisten belanja Rufus yang memberikan jawaban terkait produk dan rekomendasi AI. CEO Amazon Andy Jassy mengatakan interaksi dengan Rufus meningkat 210% secara tahunan, dan pengguna yang memanfaatkan chatbot ini 60% lebih mungkin menyelesaikan pembelian.

Meski teknologi AI memudahkan pengalaman belanja, perusahaan riset Gartner mengingatkan bahwa terobosan teknologi sering kali mengguncang pemimpin pasar.

“Ketika ada terobosan, pemimpin lama sering kali terdisrupsi. Ini membuka peluang bagi startup maupun perusahaan yang bukan pemimpin untuk melompat jauh,” kata Brad Jashinsky, analis retail dan hospitality di Gartner.

Namun, tidak berarti ChatGPT akan langsung menggantikan Amazon atau Google dalam semalam. Platform raksasa itu masih memiliki keunggulan melalui ekosistem dan layanan seperti Amazon Prime. Bahkan menurut survei Pew Research Center pada Juni, 66% orang Amerika belum pernah menggunakan ChatGPT, dan 20% bahkan belum pernah mendengarnya.

Meski online shopping jadi fokus persaingan, pertaruhan sebenarnya lebih besar. Jeremy Goldman menyimpulkan, perusahaan teknologi besar bertanya, apakah mereka ingin menjadi bagian dari visi internet milik orang lain atau menciptakan visi mereka sendiri, dan apakah ingin menjadi roda di pusat orang lain.