Periskop.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah dokumen dan kamera CCTV, usai melakukan penggeledahan di rumah dinas Gubernur Riau Abdul Wahid yang kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Pemprov Riau.
"Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Jumat (7/11).
Budi menerangkan, salah satu barang bukti elektronik yang disita penyidik dalam kegiatan penyidikan tersebut adalah CCTV. Seluruh barang bukti yang disita akan dianalisa lebih lanjut oleh penyidik untuk mengetahui konten yang termuat di dalam barang bukti tersebut.
"Selanjutnya penyidik akan mengekstrasi dan menganalisis barang bukti tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, pada 3 November 2025, KPK mengonfirmasi penangkapan Abdul Wahid selaku Gubernur Riau dan delapan orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT). Pada 4 November 2025, KPK mengumumkan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam menyerahkan diri kepada lembaga antirasuah tersebut.
Selain itu, KPK pada tanggal yang sama, mengonfirmasi sudah menetapkan tersangka pasca-OTT tersebut. Namun, belum dapat memberitahukan secara detail kepada publik.
Pada 5 November 2025, KPK mengumumkan menetapkan tersangka Gubernur Riau Abdul Wahid (AW), Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPRPKPP) Riau M. Arief Setiawan (MAS). Selain itu, ada Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam (DAN).
Tiga Setoran
KPK menduga Abdul Wahid (AW) menerima uang Rp2,25 miliar hasil pemerasan kepada enam Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPRPKPP) Riau.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, uang tersebut diperoleh AW sebagai biaya ‘jatah preman’, atas penambahan anggaran untuk UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPRPKPP Riau yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar, atau terjadi kenaikan Rp106 miliar.
"Setidaknya terjadi tiga kali setoran fee untuk jatah saudara AW," kata Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11).
Tanak menjelaskan, awalnya terjadi pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPRPKPP Riau Ferry Yunanda, dengan enam Kepala UPT Dinas PUPRPKPP Riau yang menyepakati pemberian fee sebesar 2,5% dari selisih kenaikan anggaran.
Kemudian terjadi pertemuan berikutnya yang menyepakati besaran biaya untuk AW menjadi sebesar 5% dari selisih kenaikan anggaran, atau mencapai Rp7 miliar. Uang Rp7 miliar itu kemudian telah disetor sebanyak tiga kali selama 2025, yakni pada Juni, Agustus, dan November.
Pada Juni 2025, terkumpul uang sebanyak Rp1,6 miliar. Dari jumlah tersebut, AW menerima sekitar Rp1 miliar. Pada Agustus 2025, Tanak tidak menjelaskan lebih detail mengenai uang yang diterima oleh gubernur Riau itu, meskipun terkumpul uang sebanyak Rp1,2 miliar.
Namun, pada November 2025, AW disebut menerima Rp450 juta melalui perantara orang lain, dan Rp800 juta secara langsung oleh dirinya sendiri. Adapun uang yang terkumpul mencapai Rp1,25 miliar. "Dengan demikian, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar," tuturnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar