periskop.id - Badan Narkotika Nasional Provinsi Kepulauan Riau (BNNP Kepri) menyatakan mayoritas pecandu narkoba di wilayah tersebut merupakan korban yang terperangkap bujuk rayu para pengedar dan bandar. Oleh karena itu, negara memberikan fasilitas rehabilitasi gratis bagi para korban penyalahgunaan zat terlarang ini sebagai upaya penyelamatan.
"Berbeda halnya dengan pengedar atau bandar narkoba, dikenai tindakan pidana berupa penjara minimal setahun hingga hukuman maksimal mati, sesuai UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika," kata Kepala Koordinasi Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M) BNNP Kepri,Lisa Mardianti di Tanjungpinang, Minggu (23/11).
Melansir Antara, Lisa memaparkan data terkini mengenai situasi narkotika di wilayahnya.
Merujuk hasil survei prevalensi penyalahgunaan narkoba nasional tahun 2023, tercatat sebanyak 3.080 orang di Kepri terjerat kecanduan.
Angka ini menjadi bagian dari total 3,3 juta orang atau setara 1,78 persen penduduk Indonesia yang menjadi pecandu secara nasional.
Survei prevalensi tersebut dilaksanakan secara berkala setiap dua tahun sekali melalui kerja sama antara BNN dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Terkait jenis zat yang beredar, Lisa mengungkapkan tiga jenis narkoba yang paling mendominasi pasar gelap di Kepri adalah sabu-sabu, ekstasi, dan ganja.
Tantangan pemberantasan kian berat seiring terus bermunculannya varian narkoba jenis baru.
Dunia mencatat keberadaan 1.392 jenis narkoba baru.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 99 jenis telah terdeteksi masuk ke Indonesia.
Rinciannya, 94 jenis sudah tercantum dalam regulasi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI, sedangkan empat sisanya masih dalam proses pengajuan legalitas pelarangan.
"Kalau belum masuk Permenkes, belum bisa dilakukan tindak pidana terhadap jenis narkoba baru tersebut," jelasnya.
Lisa menegaskan situasi penyalahgunaan narkoba saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Indonesia masih berstatus darurat narkoba, dan Kepri memegang peran krusial dalam peta peredaran gelap ini.
Status Kepri kini telah bergeser, tidak lagi sekadar wilayah transit, melainkan telah menjadi lokasi peredaran hingga basis produksi.
Hal ini terbukti dari keberhasilan BNN dan Polda Kepri mengungkap keberadaan laboratorium mini narkoba di Batam beberapa waktu lalu.
"Artinya, sudah ada yang memproduksi narkoba di Kepri meski dalam skala mini. Apalagi kawasan ini berbatasan dengan negara Malaysia dan Singapura. Salah satu jalur masuk narkoba ke Kepri itu melalui Malaysia," ungkap Lisa.
Guna menekan angka prevalensi, BNNP Kepri gencar melakukan upaya preventif.
Salah satu program unggulannya adalah pembentukan Desa/Kelurahan Bersih Narkoba (Bersinar).
Program ini mengedepankan pemberdayaan masyarakat sebagai ujung tombak pencegahan.
BNNP Kepri sadar pemberantasan narkoba tidak bisa hanya bertumpu pada aparat penegak hukum, melainkan butuh sinergi seluruh elemen warga.
Melalui program Desa Bersinar, BNNP membentuk barisan penggiat dan relawan anti narkoba.
Mereka dibekali pengetahuan mumpuni untuk melakukan deteksi dini dan pencegahan di lingkup terkecil pemerintahan desa.
Selain itu, strategi pencegahan diperluas dengan merekrut duta anti narkoba di berbagai sektor.
Para duta ini ditempatkan mulai dari lingkungan sekolah, komunitas masyarakat, instansi pemerintah, hingga sektor swasta.
"Mereka adalah perpanjangan tangan BNN dalam upaya pencegahan dan penyalahgunaan narkoba," pungkas Lisa.
Tinggalkan Komentar
Komentar