periskop.id - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, melakukan kunjungan kerja ke Sydney, Australia, pada Rabu (12/11). Di sela kunjungannya, Presiden Prabowo menerima kunjungan mantan Perdana Menteri Australia, Paul Keating, di hotel tempat dirinya menginap selama berada di Sydney.

Sejumlah topik strategis dibahas dalam pertemuan dengan Paul Keating, termasuk isu lintas sektor yang meliputi bidang hubungan internasional, ekonomi, serta dinamika geoekonomi dan geopolitik kawasan. Presiden Prabowo memberikan kesan positif usai diskusi berakhir kepada mantan Perdana Menteri Australia tersebut.

"Beliau sangat berpengalaman dan pemikirannya sangat jernih. Saya merasa banyak mendapat pelajaran berharga dari beliau. Pembahasan mencakup hubungan internasional, ekonomi, geoekonomi, dan geopolitik. Sangat banyak yang kami diskusikan," kata Presiden Prabowo dalam keterangan resmi Sekretariat Negara, Rabu (12/11).

Pertemuan ini merupakan bagian dari rangkaian kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo di Australia. Kepala Negara menekankan pentingnya memperkuat hubungan bilateral yang saling menguntungkan antara Indonesia dan Australia.

"Kita adalah negara tetangga, dan Indonesia berkepentingan menjalin hubungan baik dengan Australia, begitu pula sebaliknya. Kerja sama yang baik di berbagai bidang akan membawa manfaat besar bagi kedua negara sekaligus bagi kawasan,” ungkap Presiden Prabowo.

Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus CEO Danantara, Rosan Roeslani, menegaskan bahwa pertemuan ini diyakini mampu mendorong penguatan hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia ke depan. Menurutnya, pertemuan ini difokuskan pada pertukaran ide dan masukan untuk mempererat hubungan bilateral kedua negara.

"Keating jadi salah satu tokoh yang sering memberi masukan kepada Danantara, terutama terkait strategi investasi lintas negara. Jadi, pertemuan ini juga bagian dari agenda resmi kami,” ujar Rosan.

Selain bertemu Paul Keating, Presiden Prabowo juga telah lebih dulu mengagendakan pertemuan dengan Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, dan Gubernur Jenderal Australia, Sam Mostyn.