periskop.id - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyoroti rendahnya kemampuan numerasi anak-anak Indonesia yang tercermin dari ketidakmampuan membaca jam analog.
Dalam peluncuran Gerakan Numerasi Nasional (GNN) di SDN Meruya Selatan 04 Pagi, Jakarta Barat, ia menyampaikan keprihatinan bahwa banyak siswa hanya mampu membaca jam digital karena terbiasa dengan angka, namun kesulitan memahami jam analog yang menggunakan jarum panjang dan pendek. Mu’ti menjelaskan bahwa jam analog sebenarnya bisa menjadi media pembelajaran matematika yang efektif.
“Padahal dari situ (jam analog) dia (murid) tidak hanya mengenal angka-angka dan jam berapa tapi juga sudut-sudut. Itu numerasi,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (19/8).
Selain membaca jam, Mu’ti juga menyoroti lemahnya kemampuan berhitung dasar di kalangan siswa.
“Jangan sampai ketika ada pertanyaan empat kali empat sama dengan berapa? Nah jawabannya 16 itu harus pakai kalkulator dihitungnya,” ujar Mu'ti.
Peluncuran Gerakan Numerasi Nasional diharapkan menjadi langkah nyata membangun budaya numerasi di Indonesia.
“Saya berharap ini tidak sekedar menjadi seremonial belaka, tapi harus menjadi bagian dari gerakan bersama untuk membangun budaya numerasi, sebagai bagian dari kita membangun generasi Indonesia yang kuat, generasi Indonesia yang hebat,” kata Mu’ti.
Ia juga mengajak orang tua untuk turut serta membiasakan anak-anak dengan aktivitas numerasi di rumah. Pada kesempatan yang sama, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan serta Pendidikan Guru, Nunuk Suryani, menyampaikan bahwa peluncuran GNN ditandai dengan peresmian Taman Numerasi di 140 sekolah dari jenjang SD hingga SMA, tersebar di 16 provinsi dan 13 desa.
Gerakan ini juga mencakup siniar tematik seperti Jumat Numerasi dan Bincang Numerasi, pelatihan Matematika Gembira untuk guru, serta penerbitan buku panduan numerasi bagi orang tua.
Nunuk menegaskan bahwa gerakan ini tidak hanya menyasar wilayah perkotaan, tetapi juga menjangkau desa-desa sebagai lokus kegiatan.
“Gerakan ini tidak hanya berbasis kota, tapi juga ada di desa-desa yang menjadi lokus sehingga gerakan ini diselenggarakan secara nasional,” ujarnya.
Sebagai bagian dari RPJMN 2025–2029, Indonesia menargetkan skor PISA 409 untuk membaca dan 419 untuk matematika sebagai indikator keberhasilan peningkatan literasi dan numerasi.
Tinggalkan Komentar
Komentar