periskop.id - Gubernur Bali Wayan Koster memerintahkan penghentian total pembangunan proyek lift kaca di tebing Pantai Kelingking, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, akibat ditemukannya lima jenis pelanggaran berat. Keputusan ini diambil demi menjaga kelestarian alam dan marwah pariwisata berbasis budaya di Pulau Dewata.

“Maka saya memutuskan mengambil tindakan tegas, berupa memerintahkan kepada PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group menghentikan seluruh kegiatan pembangunan lift kaca,” kata Koster di Denpasar, Minggu (23/11), seperti dilansir Antara.

Koster menjelaskan langkah tegas ini diambil setelah menimbang rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang Aset dan Perizinan DPRD Bali.

Bersama Bupati Klungkung, pihaknya sepakat memprioritaskan perlindungan terhadap ekosistem alam, manusia, dan kebudayaan Bali daripada sekadar mengejar investasi yang eksploitatif.

Sebelum menjatuhkan sanksi, Gubernur membedah konstruksi lift kaca di Desa Bunga Mekar tersebut yang terbagi dalam tiga zonasi wilayah.

Wilayah A berada di dataran atas jurang. Di sini, investor membangun loket tiket seluas 563 meter persegi di lahan kewenangan Kabupaten Klungkung.

Wilayah B terletak di tebing curam atau jurang yang merupakan tanah negara, sementara Wilayah C mencakup area pantai dan perairan pesisir di bawah tebing.

Tim gabungan menemukan tiga struktur bangunan utama yang bermasalah, yakni loket di bibir jurang, jembatan layang penghubung, serta konstruksi lift kaca yang dilengkapi restoran dan pondasi.

Berdasarkan kajian Pansus TRAP DPRD Bali, proyek ini terbukti menabrak Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 tentang RTRWP Bali. Sanksinya jelas: pembongkaran bangunan dan pemulihan fungsi ruang.

Pelanggaran kedua dan ketiga berkaitan dengan PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Sanksi administratifnya berupa paksaan pemerintah untuk pembongkaran dan penghentian kegiatan.

Keempat, proyek ini melanggar UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Keputusan Gubernur Bali tentang Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida.

Poin kelima dinilai paling krusial karena menyangkut identitas Bali. Proyek ini melanggar Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali.

“Bentuk pelanggarannya karena mengubah keorisinilan daerah tujuan wisata, sanksinya pidana,” tegas Koster.

Gubernur menegaskan Pemprov Bali sebenarnya sangat terbuka terhadap investasi. Namun, penanaman modal harus didasari niat baik untuk menjaga alam, bukan sekadar eksploitasi yang merusak tatanan kearifan lokal.

Sebagai konsekuensi, Koster memberikan ultimatum kepada investor untuk membongkar seluruh bangunan yang melanggar secara mandiri.

Tenggat waktu pembongkaran diberikan selama 6 bulan. Setelah itu, investor wajib melakukan pemulihan fungsi ruang atau lingkungan dalam waktu maksimal 3 bulan pasca-pembongkaran.