periskop.id - Saat ini, Provinsi Riau tengah menjadi sorotan publik karena pada Senin (3/11), KPK telah melakukan OTT terhadap orang nomor satu di wilayah tersebut. Ia adalah Abdul Wahid, Gubernur yang terjerat kasus pemerasan di lingkungan Dinas PUPR.

Penangkapan Abdul Wahid menambah panjang daftar Gubernur Riau yang ditangkap oleh KPK karena terjerat kasus korupsi. Setidaknya, sudah ada empat Gubernur Riau yang terjerat kasus serupa sejak era reformasi.

Abdul Wahid Jadi Nama Baru Dalam Deretan Panjang OTT

Abdul Wahid, menjadi Gubernur Riau keempat yang ditangkap oleh KPK. Padahal, ia baru saja dilantik oleh Presiden Prabowo bersamaan dengan 481 kepala daerah pada Kamis, 20 Februari 2025 di halaman Istana Merdeka. Namun, kini ia harus menghadapi kenyataan pahit. Ia tersandung kasus korupsi yang membuatnya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Ia bersama dengan sembilan orang lainnya yang diperiksa oleh KPK, diduga telah melakukan tindakan pemerasan di dalam lingkungan Dinas PUPR. KPK mengungkap bahwa ada istilah “jatah preman” di dalam kasus tersebut. Jatah preman itu telah diberi patok sekian persen untuk kepala daerah.

Gubernur Riau yang Sebelumnya Pernah Ditangkap oleh KPK

Rekam jejak Gubernur Riau cukup ironis. Pasalnya, sejak era reformasi, provinsi ini kerap dipimpin oleh pejabat yang tersandung kasus korupsi. Masa kelam tersebut seperti tidak ada pukulan keras bagi pejabat yang akan meneruskan kepemimpinan di provinsi tersebut untuk melakukan pembenahan.

Dari masa ke masa, pejabat Gubernur Riau selalu berurusan dengan KPK. Berikut tiga daftar nama Gubernur Riau yang sebelumnya sudah pernah terjerat kasus korupsi.

Saleh Jazit

Saleh Jazit merupakan Gubernur Riau dengan periode 1998-2003. Dirinya tersangkut kasus korupsi terkait pengadaan 16 unit pemadam kebakaran dengan nilai Rp15,2 miliar. Akibat kasus yang menjeratnya, ia harus diberi hukuman 4 tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah karena telah merugikan uang negara.

Rusli Zainal

Rusli Zainal juga harus berhadapan hukum dengan dua kasus sekaligus, yaitu melakukan tindakan suap terkait penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Tanaman (IUPHHK-HT) di Pelalawan dan Siak pada tahun 2013. Dari kasus itu, ia harus dijatuhi hukuman 14 tahun penjara dan denda 1 miliar.

Annas Maamun

Annas Maamun adalah Gubernur Riau untuk periode 2014–2019. Baru dilantik, ia sudah harus berurusan dengan hukum. Tindak pidana yang ia lakukan adalah menerima suap terkait alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit lewat revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Provinsi Riau. 

Pada tahun 2015, ia harus dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta dengan subsider 6 bulan kurungan. Namun, Mahkamah Agung memberikan tambahan hukuman 1 tahun penjara sehingga jumlah hukumannya menjadi 7 tahun penjara. Hal itu dilakukan MA setelah jaksa mengajukan kasasi. Ia diberikan grasi oleh Presiden Joko Widodo sebanyak 1 tahun sehingga hukumannya berkurang menjadi 4 tahun.

Setelah bebas pada tahun 2020, ia seperti tidak ada rasa kapok. Ia kembali melakukan tindak pidana berupa suap anggota DPRD Riau dalam pengesahan APBD 2014‑2015 dan dihukum 1 tahun penjara.

Dari kasus yang menjerat sejumlah Gubernur Riau, maka sudah seharusnya dilakukan langkah pembenahan agar tidak terulang kembali kasus serupa di lingkungan pemerintah daerah. Pemerintah daerah perlu memperbaiki sistem dengan melakukan pengawasan internal, melakukan transparansi kebijakan, dan menjunjung tinggi integritas pejabat sejak dilakukan pelantikan.