Peridkop.id - Biosphere School, sekolah berbasis alam, keberlanjutan, dan berkarakter resmi dibuka di kawasan pengembangan hijau, Jimbaran Hijau, Bali.

"Kami percaya semua anak berhak atas pendidikan yang membentuk masa depan, tanpa terkendala akses dan biaya. Biosphere hadir untuk menjawab itu," kata Ria Angelina selaku CEO ACE Foundation, dalam keterangan di Jakarta, Selasa (22/7).

Menurut dia, sekolah tersebut bukan hanya inovatif dan futuristik, tapi juga terjangkau dan inklusif, lengkap dengan program beasiswa untuk siswa berpotensi dan keluarga prasejahtera. 

"Biosphere bukan sekadar gedung sekolah. Ia adalah lingkungan belajar hidup dengan edible garden, pocket forest, taman sensorik, kandang ayam, dan sistem vermikompos. Anak-anak tidak sekadar belajar tentang keberlanjutan, mereka menghidupinya setiap hari," tuturnya. 

Dia mengatakan, sekolah ini dirancang untuk menumbuhkan kecintaan terhadap alam, mengasah kepemimpinan sosial, dan membentuk karakter berintegritas. Filosofi Tri Hita Karana menjadi fondasi, menyatukan manusia, alam, dan spiritualitas dalam satu harmoni pendidikan.

Sekolah ini memiliki salah satu program unggulan, yakni Biosphere Festival, yang melatih anak untuk menciptakan produk ramah lingkungan dari barang daur ulang dan menjualnya. Hasil penjualan akan digunakan untuk membangun sekolah gratis di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Biosphere mengadopsi kurikulum dari ACE Edventure Malaysia yang fokus pada pengembangan kreativitas, kecerdasan emosional, dan pembelajaran berbasis proyek. Tersedia jenjang prasekolah hingga sekolah dasar, serta Kids Club, dan area eksplorasi terbuka.

Jaga Keseimbangan

Sebelumnya, Green Building Council Indonesia (GBCI) menilai, peningkatan industri pariwisata di Bali saat ini perlu dibarengi dalam menjaga keseimbangan pelestarian alam dan budaya. Head of GBCI Putu Agung Prianta mengatakan, industri pariwisata Bali saat ini telah pulih dari dampak pandemi covid-19 dengan jumlah wisatawan yang kembali meningkat.

"Meskipun peningkatan jumlah wisatawan ini merupakan berita baik, namun hal itu membawa tantangan tersendiri. Gemerlapnya industri pariwisata Bali menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian budaya," ujar Agung beberapa waktu lalu.

Saat ini, lanjutnya, Bali dinilai sudah dalam fase menghadapi ancaman dari pembangunan yang tidak terkendali untuk menopang industri pariwisata yang berlebih. Kondisi ini sering kali mengabaikan aspek budaya dan lingkungan.

Mulai dari alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan, tingkat kemacetan yang tinggi, dan isu sampah yang menambah kompleksitas masalah ini.

Mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dia menambahkan, selama 2020 hingga 2023 , rata-rata investasi domestik dan asing di Bali meningkat masing-masing sebesar 18% dan 26%.

Oleh karena itu, menurut pendiri Jimbaran Hijau itu, penting bagi Bali untuk mulai menyusun blueprint mengenai pembangunan Bali ke depan dan kaitannya dengan industri pariwisata Bali. Tujuannya untuk menciptakan Bali menjadi tempat yang lebih baik, menciptakan destinasi dan memadukannya dengan kebudayaan, keberlanjutan, inovasi, dan kreativitas.

"Jika tidak ditangani dengan baik sejak dini, kelak dapat berujung pada erosi budaya yang lebih luas," serunya. 

Keberlangsungan budaya Bali, lanjutnya, menjadi sangat penting untuk dijaga seiring dengan perkembangan yang pesat. Modernisasi dan globalisasi dikhawatirkan dapat membawa perubahan yang akan mengikis nilai-nilai lokal.

Untuk itu, penting bagi seluruh stakeholder Bali melakukan perencanaan yang baik yang mengadopsi konsep green initiative dan pembangunan yang berkelanjutan yang fokus pada tata letak dan lingkungan.

"Jadi masa depan Bali tergantung pelaku pariwisata, investor, dan lainnya bagaimana membentuk Bali," imbuhnya.

Menurut dia, ada tiga poin penting yang perlu dijaga dalam pembangunan Bali yakni melestarikan identitas Bali dengan mempertahankan karakter Bali melalui desain bangunan yang mencerminkan budaya lokal.

Kemudian, menghormati budaya dan adat istiadat dengan menjaga tradisi dalam setiap aspek kehidupan, serta mendukung ekonomi lokal dengan melibatkan komunitas dalam setiap proyek pembangunan.

Tiga poin tersebut menurut Agung, juga sudah ia terapkan yang fokus utamanya adalah keberlanjutan mulai dengan melibatkan masyarakat lokal dalam bertani dan penghijauan.

Selain itu juga inisiasi untuk solar panel dan pengisian baterai kendaraan listrik, penggunaan plastik sebagai bahan baku aspal. Menurut Agung, Bali memiliki potensi besar untuk masa depan yang cerah jika pembangunan dilakukan dengan bijaksana. 

Pelestarian budaya, pemberdayaan komunitas lokal, dan penerapan inisiatif hijau adalah kunci untuk menjaga keindahan dan kekayaan pulau ini.

"Jadi Bali sama sekali tidak antiwisatawan. Justru kita harus mengubah pola pariwisata agar menarik wisatawan yang berkualitas. Dengan langkah-langkah konkrit, kita dapat berkontribusi pada masa depan Bali yang berkelanjutan," pungkasnya.