periskop.id - Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menegaskan bahwa negara tidak boleh mengabaikan ketentuan hukum hanya karena alasan belas kasihan terhadap mantan prajurit Marinir TNI AL, Satria Arta Kumbara, yang kini menjadi tentara bayaran di Rusia dan ingin kembali menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).
Amelia menyatakan bahwa kasus Satria seharusnya menjadi peringatan bagi seluruh masyarakat, khususnya para prajurit aktif maupun yang telah pensiun, mengenai pentingnya loyalitas terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Jangan mudah tergiur janji menjadi tentara bayaran tanpa memahami risiko hukum, moral, dan kemanusiaan yang besar," kata Amelia di Jakarta, seperti dikutip Antara, Selasa (22/7).
Ia menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan di Indonesia melarang warga negaranya untuk bergabung dengan militer asing atau terlibat sebagai tentara bayaran dalam konflik bersenjata. Menurutnya, tindakan semacam itu merupakan pelanggaran serius terhadap hukum nasional, sumpah prajurit, dan prinsip kedaulatan negara.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Amelia menegaskan bahwa seseorang bisa kehilangan status WNI jika secara sadar bergabung dalam dinas militer negara lain atau berperang demi kepentingan asing.
"Konsekuensi ini bersifat berat dan tidak dapat dipandang remeh," ujarnya.
Terkait keinginan Satria untuk kembali menjadi WNI, Amelia menyatakan bahwa proses tersebut harus dijalankan berdasarkan hukum. Jika status kewarganegaraannya telah hilang karena tindakannya sendiri, maka proses pemulihan kewarganegaraan harus mengikuti prosedur yang ketat dan mempertimbangkan aspek hukum, keamanan, serta kepentingan nasional.
Ia juga mendorong instansi terkait seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan verifikasi menyeluruh terhadap status hukum dan fakta di lapangan sebelum mengambil keputusan.
"Sebab hal tersebut dapat merusak wibawa hukum dan merugikan kepentingan nasional," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Tunggul menyatakan bahwa Satria Arta Kumbara sudah bukan bagian dari TNI AL. Ia menegaskan bahwa pihak TNI AL tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab terhadap permintaan Satria untuk kembali menjadi WNI.
"Lebih tepat bisa ditanyakan ke Kementerian Luar Negeri RI, atau juga Kementerian Hukum RI terkait dengan status kewarganegaraan yang bersangkutan. Yang jelas saat ini sudah tidak ada lagi keterkaitan dengan TNI AL," kata Tunggul di Jakarta, Senin (21/7), dikutip dari Antara.
Sebelumnya, sebuah video yang memperlihatkan Satria menyampaikan permohonan maaf dan harapan untuk kembali menjadi WNI sempat viral di media sosial. Dalam video itu, ia mengaku tidak menyadari bahwa menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia berakibat pada pencabutan kewarganegaraannya.
“Saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya, apabila ketidaktahuan saya. Saya menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia mengakibatkan dicabutnya warga negara saya. Dengan adanya hal tersebut, dicabutnya kewarganegaraan (Indonesia) saya, itu tidak sebanding dengan yang saya dapatkan,” ujar Satria.
Ia juga menyampaikan permohonan kepada Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Luar Negeri Sugiono untuk mengembalikan status kewarganegaraannya.
“Dengan ini, saya memohon kebesaran hati Bapak Prabowo Subianto, Bapak Gibran, Bapak Sugiono, mohon kebesaran hati Bapak untuk mengakhiri kontrak saya tersebut dan dikembalikan hak kewarganegaraan (Indonesia) saya untuk kembali ke Indonesia,” ujarnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar