periskop.id - Di balik riak tenang perairan pesisir, tersembunyi hamparan hijau yang jarang mendapat sorotan namun ternyata adalah salah satu penyokong kehidupan, yakni padang lamun. Lamun adalah tumbuhan berbunga yang hidup sepenuhnya terendam di laut dangkal. Berbeda dari rumput laut yang merupakan alga, lamun memiliki akar, batang, daun, dan bunga sejati.
Mungkin kita pernah menemuinya saat bermain ke pantai-pantai tertentu, namun belum sepenuhnya paham apa nama serta fungsinya. Tak jarang, bahkan mungkin kita merasa tumbuhan ini adalah perusak keindahan visual pantai, yang dalam ekspektasi kita pantai yang menarik adalah polos berpasir putih dan gundul tanpa tumbuhan.
Pada kenyataannya, lamun yang umumnya bergenus Halophila, Cymodocea, atau Halodule tumbuh membentuk karpet alami di dasar laut dan menjadi fondasi penting bagi ekosistem pesisir.
Kemampuan luar biasa tumbuhan lamun datang dari daya serapnya pada karbon. Di mana satu hektare padang lamun mampu menyimpan karbon setara dengan 40 hektare hutan di daratan. Efisiensi ini menjadikan lamun sebagai bagian dari ekosistem blue carbon, yaitu penyerap karbon dari laut yang berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim.
Dalam skala global sendiri, padang lamun di seluruh dunia menyimpan antara 4,2 hingga 8,4 gigaton karbon organik setiap tahun. Sebuah angka yang membutuhkan 33,6 miliar hektare hutan daratan untuk menyamai daya simpannya. Sebuah hal yang tak mungkin, karena total luas daratan Bumi sendiri hanyalah 13 miliar hektare, dan hanya 1,8 miliar hektare-nya yang ditutupi hutan.
Tak hanya sebagai penyerap karbon, lamun juga berfungsi sebagai penstabil sedimen. Akar dan rimpangnya menancap kuat di dasar laut, menahan pasir agar tidak terbawa arus. Daunnya yang lentur memperlambat gelombang, mengurangi abrasi pantai dan menjaga kejernihan air. Tanpa lamun, banyak wilayah pesisir akan lebih rentan terhadap erosi dan kerusakan habitat.
Lebih dari itu, padang lamun juga menjadi rumah bagi beragam makhluk laut. Penyu, dugong, ikan kecil, kerang, dan moluska menjadikan lamun sebagai tempat berlindung, mencari makan, dan berkembang biak. Bahkan, beberapa spesies dugong bergantung sepenuhnya pada lamun sebagai sumber makanan utama.
Keanekaragaman hayati yang tinggi menjadikan padang lamun sebagai pusat kehidupan laut yang dinamis. Namun, keberadaan lamun semakin terancam.
Urbanisasi pesisir, pencemaran, reklamasi, dan perubahan iklim menyebabkan penyusutan padang lamun hingga 7% per tahun. Sejak 1980, dunia kehilangan padang lamun setara satu lapangan sepak bola setiap 30 menit. Per tahun 2024 diperkirakan sedikitnya masih ada 300.000 km persegi padang lamun yang tersebar di 159 negara yang memiliki garis pantai.
Meski menjadi pemilik sekitar 1,8 juta hektare padang lamun yang setara dengan 11% luasan padang lamun di dunia, hanya sekitar 15% padang lamun yang dikategorikan sehat di Tanah Air.
Kerusakan padang lamun bukan hanya ancaman ekologis, tapi juga sosial. Nelayan kecil yang bergantung pada biota laut di padang lamun kehilangan sumber penghidupan. Selain itu, potensi wisata bahari seperti snorkeling dan edukasi lingkungan ikut tergerus. Padang lamun yang sehat dapat menjadi aset ekonomi dan konservasi yang berkelanjutan.
Lamun adalah bukti bahwa solusi iklim bisa datang dari tempat yang paling sunyi. Kini saatnya mengangkat peran lamun ke permukaan. Bukan hanya sebagai tumbuhan laut yang sekilas mengganggu visual pantai idaman versi benak kita sendiri, tapi sebagai penjaga kehidupan Bumi. Karena di antara gelombang dan pasir, lamun terus bekerja menyerap, melindungi, dan memberi kehidupan.
Tinggalkan Komentar
Komentar