periskop.id - Berbagai gejala sisa dari infeksi Covid-19 masih menghantui sebagian orang, bahkan setelah pandemi mereda. Fenomena ini dikenal sebagai long Covid, sebuah fase pasca-akut yang ditandai dengan keluhan yang menetap selama berbulan-bulan. 

“Fase ini yang disebut sebagai fase pasca-akut, atau bisa disebut sebagai long Covid,” ujar Dr. Hotma Martogi, peneliti dari Pusat Riset Biomedis BRIN dikutip dari Antara, Selasa (12/8).

Hotma menjelaskan bahwa gejala long Covid sangat bervariasi antar individu. Ada yang hanya mengalami satu keluhan seperti sesak napas atau kelelahan, namun tak sedikit pula yang menghadapi kombinasi gangguan fisik dan psikologis. 

“Fatigue paling banyak ditemui pada populasi long Covid, diikuti dengan sesak nafas dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD),” katanya.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), long Covid didefinisikan sebagai kondisi dengan riwayat infeksi SARS-CoV-2, di mana gejala muncul atau berlanjut setidaknya tiga bulan sejak awal serangan dan berlangsung minimal dua bulan. 

Gejala ini bisa bersifat kambuhan atau menetap, tanpa penyebab lain yang jelas. Hotma menekankan bahwa pemahaman terhadap definisi ini penting untuk diagnosis dan penanganan yang tepat.

Risiko mengalami long Covid ternyata tidak merata. Hotma menyebut perempuan, lansia, pasien dengan tingkat keparahan tinggi, penderita komorbid, serta mereka yang menjalani perawatan rumah sakit berkepanjangan memiliki kemungkinan lebih besar. 

“Perempuan itu lebih berisiko mengalami long Covid meskipun belum dapat dijelaskan secara pasti,” ucapnya.

Secara global, prevalensi long Covid pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 36%. Di Asia, angkanya sekitar 35%, sementara di Indonesia berkisar antara 31% hingga 39%. Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2022 bahkan menunjukkan satu dari lima orang dewasa di Amerika Serikat mengalami kondisi ini.

Meski begitu, ada kabar baik. Vaksinasi minimal dua dosis terbukti mampu menurunkan risiko long Covid. “Vaksin mengawal sistem imun dengan mengenali SARS-CoV-2 sehingga mempercepat proses netralisasi dan eliminasi,” jelas Hotma. Dengan vaksinasi, tingkat keparahan infeksi dapat ditekan, replikasi virus terhambat, dan persistensi virus dicegah, memberikan harapan bagi pencegahan jangka panjang.