Periskop.id - Kementerian Pertahanan Republik Indonesia akan memperkuat pertahanan siber Indonesia, dengan cara belajar dari matra siber Singapura. Kerja sama ini dibahas dalam pertemuan antara Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin dengan Panglima Militer Singapura (Chief of Defence Singapore Armed Forces Vice) Admiral Aaron Beng di Kantor Kemenhan, Jakarta Pusat, Selasa (22/7).
Kepala Biro Informasi Pertahanan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang mengatakan, pihaknya merasa harus belajar dari Singapura yang pertahanan sibernya dianggap sudah stabil.
Singapura diketahui sudah memiliki Digital Intelligence Service (DIS) yang posisinya setara dengan matra darat, laut dan udara di bawah naungan militer. Matra baru itu telah dibentuk Pemerintah Singapura sejak tahun 2022.
"Kami ingin belajar dari Singapura dan Singapura juga ingin membagikan ilmunya karena mereka sudah settle sebagai sebuah matra baru," kata Frega kepada awak media di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat.
Dengan kerja sama ini, diharapkan pertahanan siber TNI dan nasional secara umum dapat semakin menguat dalam menjaga data strategis nasional. Namun, saat ditanya mengenai konsep kerja sama pertahanan siber antara Indonesia dan Singapura, Frega enggan menjelaskan secara rinci.
Matra Keempat
Sebelumnya, pemerintah sempat menggaungkan rencana membuat matra keempat TNI, yakni Matra Siber. Rencana tersebut sempat bergulir di DPR dan tingkat eksekutif, yakni Kementerian Pertahanan dan TNI pada akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Namun, hingga saat ini, rencana tersebut tidak kunjung dibahas dan ditindaklanjuti oleh pemerintahan saat ini. Beberapa waktu lalu, Anggota Komisi I DPR RI T.B. Hasanuddin mengingatkan perlu ada penyesuaian aturan apabila ingin membentuk matra baru di Tentara Nasional Indonesia (TNI), dalam hal ini Angkatan Siber.
"Syarat matra, salah satunya 'kan harus punya alutsista (alat utama sistem persenjataan). Kalau siber jadi matra, ada kesan berdiri sendiri," ujar T.B. Hasanuddin.
Wacana Angkatan Siber kembali menuai perhatian setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto membentuk matra baru di TNI, yakni matra siber.
T.B. Hasanuddin, yang akrab disapa Kang TB, mengatakan bahwa regulasi yang ada saat ini belum memungkinkan satuan siber menjadi matra tersendiri di luar TNI AU, TNI AD, maupun TNI AL.
Ia mengemukakan bahwa pembentukan matra baru di TNI bukanlah hal yang sederhana. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, dinyatakan bahwa TNI terdiri atas tiga matra, yakni TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara, yang melaksanakan tugasnya di bawah komando Panglima TNI.
Oleh karena itu, jika ingin membentuk matra baru, revisi undang-undang tersebut terlebih dahulu. "Kalau ingin menambah matra atau angkatan baru, ubah dahulu aturannya," ujar purnawirawan Mayjen TNI AD tersebut.
Kang TB juga tidak sepakat kekuatan pertahanan siber ini disebut sebagai sebuah angkatan. Apalagi, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pernah menyatakan pasukan siber akan lebih banyak diisi oleh pihak sipil yang memiliki kemampuan IT, sehingga penggunaan istilah angkatan menjadi kurang tepat.
"Jadi, bukan angkatan istilahnya, tetapi sebuah lembaga yang khusus siber Tentara Nasional Indonesia. Di negara-negara lain pun begitu," kata Kang TB.
Intelejen Siber
Sebagai solusi, Kang TB mengusulkan agar pertahanan siber dibentuk dalam sebuah lembaga atau komponen utama di bawah Mabes TNI yang bertanggung jawab atas urusan pertahanan dan intelijen siber. Menurut dia, lembaga ini perlu dibangun dengan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pertahanan siber.
"Syarat utamanya harus diisi personel yang mumpuni dan infrastrukturnya harus modern dan canggih," ucapnya.
Senada, Ahli Pertahanan Andi Widjajanto mengemukakan pembentukan angkatan siber sebagai matra tersendiri di luar TNI AD, TNI AL, dan TNI AU kemungkinan memerlukan waktu sampai tujuh tahun.
Andi, yang pernah menjabat Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) periode 2022–2023, menjelaskan tahapan membentuk matra baru itu, di antaranya mencakup penguatan satuan siber di tiap matra, kemudian membentuk komando gabungan yang dipimpin perwira tinggi bintang tiga.
"Waktu saya di Lemhannas ya, itu evolusi tujuh tahun. Mungkin akan dimulai dengan penguatan satuan siber di level bintang satu di masing-masing matra sehingga nantinya ada pembentukan komando gabungan di level bintang tiga," kata Andi yang ditemui setelah menghadiri acara diskusi di Pusat Kebudayaan Amerika Serikat, Jakarta, Kamis
Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin sendiri menjelaskan, saat ini Tentara Nasional Indonesia (TNI) hanya memiliki Satuan Siber, bukan matra siber.
“Kalau ada matra siber, nanti ada Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, dan Kepala Staf Angkatan Siber. Akan tetapi, di antara para kepala staf dan Panglima itu ada Satuan Siber,” kata Sjafrie.
Ia lantas menjelaskan, Satuan Siber di TNI saat ini memiliki kesamaan dengan Pusat Pertahanan Siber di Kementerian Pertahanan. “Dan sekarang sedang dikembangkan oleh Panglima bahwa Satuan Siber itu mengambil dari tenaga-tenaga profesional, bukan mereka yang sudah aktif sebagai prajurit. Nah ini yang kami bedakan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Menhan menginginkan agar Satuan Siber di TNI memiliki teknologi yang tinggi, tetapi sumber daya manusianya hanya sedikit. “Ini yang kami ingin. Sebetulnya Satuan Siber itu yang dibutuhkan teknologi, bukan padat karya, bukan perlu orang yang banyak,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Panglima TNI Jenderal TNI mengungkapkan, Satuan Siber di institusinya telah berjalan.
“Saya sudah membentuk Satuan Siber yang di mana saya rekrut dari hacker-hacker (peretas-peretas, red.), dan masyarakat yang memiliki kemampuan siber, dan sudah mulai beroperasi,” ujar Panglima.
Tinggalkan Komentar
Komentar