periskop.id - Langkah Kanada untuk mengakui Negara Palestina pada Sidang Majelis Umum ke-80 PBB yang akan berlangsung September 2025 menandai babak baru dalam dinamika diplomasi global.
Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, menyampaikan bahwa keputusan tersebut berakar pada komitmen Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk mereformasi sistem pemerintahan di negaranya.
“Kanada bermaksud mengakui Negara Palestina pada Sidang Majelis Umum ke-80 PBB yang akan dilaksanakan pada September 2025,” ujar Carney dalam konferensi pers yang dilansir dari Antara, Kamis (31/7).
Carney menambahkan bahwa pengakuan ini tergantung pada reformasi politik besar di Palestina, termasuk pelaksanaan pemilihan umum tahun 2026 yang akan mengecualikan partisipasi kelompok Hamas. Selain itu, ia menekankan pentingnya “demiliterisasi negara Palestina,” sebagai bagian dari jaminan stabilitas kawasan.
Di sisi lain, Carney juga mendesak pembebasan para sandera yang masih ditahan oleh Hamas dan menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza, yang ia anggap sebagai tanggung jawab Israel.
Langkah Kanada ini menyusul komitmen serupa dari Prancis dan Inggris yang juga akan menyatakan pengakuan atas Palestina dalam forum PBB yang sama. Ketiga negara ini mulai menyelaraskan posisi mereka dalam mendukung solusi dua negara yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan di Timur Tengah.
Keputusan ini memicu kemarahan dari rezim Zionis Israel, yang selama ini menentang pengakuan sepihak terhadap Palestina sebagai negara berdaulat.
Pengakuan atas Palestina sebagai negara telah menjadi isu panjang dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sejak tahun 1974, PLO memperoleh status sebagai pengamat di PBB, dan pada 1988, Majelis Umum secara simbolik menerima deklarasi kemerdekaan Palestina yang diumumkan di Aljir.
Namun, pada tahun 2012, Palestina memperoleh status "negara pengamat non-anggota" dengan dukungan 138 negara, termasuk Prancis dan Spanyol. Hingga 2025, lebih dari 130 negara secara resmi telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara merdeka.
Kendati dukungan internasional semakin meluas, pengakuan formal dari negara-negara berpengaruh seperti Kanada memiliki dampak simbolis dan strategis yang besar.
Kanada sebelumnya mengambil posisi netral atau pro-Israel dalam konflik Palestina, sehingga pergeseran ini mencerminkan perubahan kebijakan luar negeri yang signifikan. Pengakuan ini diharapkan membuka jalan bagi peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral untuk memperkuat institusi sipil dan tata kelola demokratis di Palestina.
Di sisi lain, Amerika Serikat tetap menolak langkah Prancis dan Inggris, dengan alasan bahwa pengakuan terhadap Palestina seharusnya menjadi hasil dari perundingan langsung antara kedua belah pihak. Sikap ini mencerminkan kompleksitas geopolitik yang masih menyelimuti isu kenegaraan Palestina.
Tinggalkan Komentar
Komentar