periskop.id - Bagi Generasi Z, dering telepon bukan lagi hal yang biasa, melainkan sumber kecemasan. Fenomena ini, yang dikenal sebagai telefobia, semakin umum di kalangan mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Menurut Liz Baxter, seorang konsultan karier di Nottingham College, Inggris, telefobia adalah rasa takut atau cemas saat membuat dan menerima panggilan telepon. Hal ini disampaikannya dalam wawancara dengan CNBC Make It, seperti dilansir oleh CNBC, Senin (17/8).
Baxter menjelaskan bahwa Gen Z tidak terbiasa menggunakan telepon untuk berkomunikasi. Saat ini, fungsi utama ponsel telah bergeser ke pesan teks, pesan suara, dan media sosial. Akibatnya, banyak dari mereka merasa canggung dan kurang percaya diri saat harus bertelepon.
Banyak mahasiswa di kampusnya, kata Baxter, seringkali gagal dalam tahap awal wawancara kerja yang dilakukan melalui telepon. Mereka merasa tidak siap dan gugup menghadapi interaksi suara tanpa tatap muka.
“Dari 25–30 siswa di kelas, setidaknya tiga perempat mengaku cemas saat harus menelepon,” ungkapnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Nottingham College mengadakan seminar telefobia. Dalam sesi tersebut, para siswa diajari cara berkomunikasi lewat telepon dalam berbagai skenario, seperti membuat janji atau menelepon atasan.
Latihan dilakukan dengan duduk saling membelakangi dan menggunakan skrip sebagai panduan, menciptakan suasana yang mirip dengan panggilan telepon sungguhan.
Baxter menambahkan bahwa munculnya telefobia juga dipengaruhi oleh pandemi COVID-19, yang menyebabkan interaksi sosial tatap muka berkurang drastis.
“Kalau mereka kehilangan dua tahun interaksi sosial, itu jelas mempengaruhi rasa nyaman mereka di situasi sosial, apalagi dalam konteks yang lebih besar,” jelasnya.
Rasa cemas Gen Z terhadap telepon sering kali muncul dari ketidakpastian.
“Mereka mengaitkan suara dering telepon dengan rasa takut. ‘Aku tidak tahu siapa yang menelepon, aku tidak tahu harus bagaimana menjawabnya,’” kata Baxter.
Sebuah survei Uswitch tahun 2024 di Inggris terhadap 2.000 orang dewasa juga menguatkan temuan ini. Hasilnya menunjukkan hampir seperempat responden berusia 18–34 tahun tidak pernah mengangkat panggilan telepon yang tidak dikenal. Sebanyak 61% responden lebih suka menerima pesan teks daripada panggilan suara. Sementara itu, lebih dari separuh responden berusia 18–24 tahun beranggapan telepon mendadak biasanya membawa kabar buruk.
Baxter menyarankan beberapa cara untuk mengatasi telefobia, yakni:
- Siapkan lingkungan yang tenang dan aman.
- Pastikan ponsel dalam kondisi baik.
- Jika panggilan untuk wawancara, lakukan riset terlebih dahulu.
- Buat skrip singkat berisi poin-poin penting.
- Gunakan catatan tempel (post-it) untuk mengingat hal-hal penting.
"Jawab telepon bukan berarti berbahaya. Ingat, kamu berhak mengakhiri telepon kalau tidak mau melanjutkannya. Itu memberi kamu kendali," pungkas Baxter.
Tinggalkan Komentar
Komentar